Senin, 28 Juni 2010
Waduhhh...jangan ngebut-ngebut Nel ! ucapku kala itu pada adikku.
Sementara yang di tegur senyam senyum penuh arti entah apa yang ada dalam pikirannya, kadang akupun kesal memandang ekspresinya seperti itu, tapi..ya...itulah adik bungsuku.
Kita sudah sampai nih kak, sembari dia membelokkan mobil yang kami tumpangi masuk ke dalam garasi sebuah rumah, rumah itu baru saja di beli oleh Nelwan, dulu... dia dan keluarganya ngontrak tak jauh dari rumah yang sekarang.
" Wah....bagus juga rumahmu ya Nel....halamannya bagus, udaranya sejuk.. banyak pepohonan di sekitar sini, beruntung sekali kau membeli rumah ini Nel......" ucapku sewaktu keluar dari mobil.
" Rumahnya kecil kak....tapi alhamdulillah.....hitung2 kami gak ngontrak lagi sekarang ".
Hampir 2 jam perjalanan yang kami tempuh, sekarang baru terasa penatnya, sementara adik iparku sudah menanti kami berdiri di depan pintu.
" Assalammua'laikum".
" Waalaikumsalam ", kakak pasti capek kan....sini biar aku yang angkat tasnya.... dengan cekatan Dinar membawa tasku kedalam rumah, lalu masuk ke satu kamar dan setelah itu dia keluar lagi dari kamar itu.
Nanti kakak tidur disini ya....sambil mengarahkan jari telunjuknya ke kamar yang baru saja dia masuki.....lalu dia mendekati aku ikut duduk disebelahku sambil berkata..." Gimana kak rumah kami...bagus gak...? ".
" Wah Din....ini sih lebih dari bagus...kakak aja naksir....biar kata Nel ( Nelwan ) rumahnya kecil..tapi kakak seneng, daerah sini masih tenang..masih asri...jauh dari polusi...kakak jadi pengen punya rumah disini kalau nanti abangmu pensiun kerja.
Lama kami melepas rindu....ngobrol ngolor ngidul kesana kemari, tanpa terasa.... di kejauhan terdengar azan berkumandang menandakan waktu asharpun tiba.
" Mana kamar mandi kalian Din....kakak mau mandi dulu ach....badan kakak penuh dengan keringat...sekalian mau sholat ashar juga.
" Disana kak..disebelah kanan..kamar mandi disini hanya satu..gabung ya kak...gak apa2kan...?
" Gak apa2...namanya juga keluarga baru..ya memang begini Din...nantikan pelan2 kalau sudah punya duit bisa nambah lagi...kakak juga dulunya begitu kok..!
Menjelang maqrib, Nelwan sudah bersiap-siap menggeser-geser kursi dan meja yang ada di ruangan tempat kami duduk sekarang, lalu dia mengambil beberapa sajadah, kemudian di aturnya sajadah itu dilantai tempat kursi dan meja tadi.
Tak lama maqribpun tiba, kami bertiga melaksanakan sholat maqrib berjama'ah yang di imami oleh Nelwan.
Diam2 aku mengagumi adikku yang satu ini, walau dia anak kemarin sore tapi sifat dan sikapnya menunjukkan kedewasan yang mulai matang, aku bangga padanya..tak sia2 orang tuaku mendidiknya, pikirku.
Sesaat lamunanku tersentak manakala namaku di panggil oleh seseorang.
" Kak Yul.....mas Nelwan....kita makan dulu yuk..ngobrolnya ntar disambung lagi ya..." begitulah adik iparku yang satu ini mempersilahkan kami untuk segera makan malam.
" Heeemmm...ini rupanya kenapa Dinar buru-buru bangun selesai melaksanakan sholat magrib tadi, dan tanpa menunggu waktu lagi kamipun menuju meja makan.
" Waahh....Dinar pinter masak juga ya rupanya....lauknya enak2..."
Mendengar di puji seperti itu Dinar tersipu malu, " Ach..kakak kan lebih jago..ini sih ala kadarnya aja kak..habis mau masak kayak masakan kakak..aku belum bisa...ntar kapan2 aku di ajari ya kak..."
Aku menganggukkan kepala tanda setuju, sementara adikku Melwan dengan lahapnya menikmati hidangan yang ada di meja itu, di atas piringnya sudah penuh dengan setumpuk nasi dan lauk pauk mengelilinginya.
Lama aku mengamatinya, dalam hati aku bertanya, kira2 bisa gak ya dia menghabiskannya.
Sementara yang di amati tak perduli, asyik saja menikmati makanan yang ada dihadapannya.
Wiih...rupanya kebiasaan makan adik bungsuku yang satu ini tidaklah banyak berobah, dulu....sewaktu dia kecil, kalau makan gak pernah mau toleh kiri toleh kanan...pokoknya dia asyik sendiri menikmati nasi dan lauk pauk yang ada di piirng miliknya, kalau dia sudah menghabiskan makanan itu, dengan cepat dia berdiri, lalu dia akan mengangkat kedua tangannya dan berteriak, " Habiisss ", itu menandakan bahwa dia sudah selesai makan.
Mengingat itu semua tanpa ku sadari aku jadi tersipu-sipu sendiri.
" Kak..kakak kok tersipu-sipu aja sih....makanannya gak enak ya...? rupanya diam-diam Dinar memperhatikan sikapku.
" Enak kok Din...masakannya enak, kakak hanya ingat Nelwan aja sewaktu dia masih kecil..."
Nel...lu ingat gak..waktu kecil dulu..kalau lu makan..gak pernah lu liat kiri dan kanan..pokoknya sikat terus sampai habis...ingat gak....?".
" Iya ya kak...kok aku dulu rakus banget ya.... "
" Nah itu dia..kenapa kakak senyum2, kakak ingat kebiasaan lu..eee..rupanya kebiasaan itu belum juga berubah sampai sekarang ".
" Oooo..rupaanya dari tadi kakak mengamati aku ya...hahaha....
Kukemasi piring kotor bekas makanku, sigap aku berdiri maksudku ingin langsung mencucinya tapi dengan cepat pula Dinar meraihnya dari tanganku,
" kakak istirahat aja dech di ruang depan..biar aku yang bereskan ini semua"
Melwanpun beranjak dari kursinya dan menuju beranda depan rumah, akupun mengikutinya dan ikut duduk di beranda itu.
Tak terasa waktu menunjukkan pkl.21.30, menandakan kami harus tidur, besok Nelwan harus kerja dan aku...entahlah..besok saja direncanakan mau kemana.
Alhamdulillah...pagi ini tubuhku segar kembali setelah semalam tidurku cukup.
Setelah mandi, sholat subuh, berdandan ala kadarnya, lalu kukenakan jam tanganku dan kulirik waktunya sudah menunjuk pkl.6.30.
Pelan langkahku menuju jendela kamar, kubuka daun jendela itu, diseberang jalan kira2 100m dari jendela kamarku, aku melihat ada sebuah gubuk tua beratapkan nipah berdindingkan bambu, biasana orang sekitar menyebutnya gedek.
Ya Allah...mataku terpaku menatap ibu tua yang terseok-seok melangkah dan mengapai seikat sapu lidi yang tersandar di diding gedek itu.
Lama aku menatapnya, dari kejauhan aku memperhatikan setiap gerakannya, dia mulai menganyunkan bilah-bilah sapu lidi itu untuk membersihkan halaman rumahnya yang hanya sejengkal dan seadanya itu.
Ya...memang seadanya.....dalam pandangan mataku, tempat itu sangat tidak layak dan tidak pantas di huni oleh manusia, tapi sepertinya lebih cocok ditempati oleh kambing.
Ya..betapa tidak, menurut ukuran orang normal, rumah itu haruslah memenuhi syarat kesehatan.
Sebuah rumah seharusnya ada jendela/ ventilasi untuk udara bertukar, lantai harus di semen, minimal berlantaikan papan ( kayu ), tapi gubuk itu...tidaklah layak untuk memenuhi syarat unsur di atas.
Sewaktu sarapan pagi, aku sempatkan bertanya kepada Nelwan.
" Nel.....gubuk yang diseberang itu punya siapa sih Nel...? "
" Kenapa kak....kakak pasti melihat nenek tuakan..? jawabnya balik bertanya
" Iya tuh....miris kakak melihatnya Nel..., emang dia sendirian ya....? " aku kembali bertanya.
" Menurut cerita nenek itu....dulu...dia berdua dengan cucunya, tapi...belum lama ini cucunya itu meninggal karena sakit..entah sakit apa..kami juga gak tau, dia sudah ada disitu sejak kami pindah kesini ".
" Kasian amat ya.....".
Pkl. 7.30 Nelwan meninggalkan rumah, Nelwan adalah seorang PNS di suatu instansi pemerintah setempat. Pagi itu Dinarpun ikut berangkat bersama-sama Nelwan, sebab katanya dia mau ke pasar...persis seperti ucapannya sewaktu di meja makan tadi.
" Kak Yul...ntar kalau kakak mau jalan-jalan sekitar sini, pintunya di konci aja ya..aku bawa konci cadangan kok ".
Begitu keduanya meninggalkan rumah, tinggal aku sendiri meratap sepi di dalam rumah yang sama sekali masih asing bagiku.
Kupandangi sekeliling rumah, pertama mataku tertuju pada dinding ruang tamu, disana tergantung potho Nelwan & Dinar, lalu mataku melirik ke sudut lain, nampak tertata rapi sebaris guci keramik berukuran kecil yang ada di dalam lemari kaca berukuran kecil.
Sementara di ruangan lain terdapat seperangkat kursi+meja makan, lalu sedikit membelok dari ruangan itu aku melihat ada seperangkat kursi tamu, ada TV kecil lengkap dengan lemarinya.
" eeemmm...pintar juga Dinar menatanya, " , memang Nelwan tak salah memilih Dinar untuk menjadi istrinya pikirku, sebab Dinar adik iparku ini.. selain cantik..dia juga patuh dan mengerti apa tugas dan fungsinya sebagai istri, dia juga pandai mengambil hati seluruh saudara suaminya ( Nelwan ).
Kini aku sudah berada di beranda depan rumah.......lagi-lagi mataku tertuju pada gubuk tua itu.
Dalam pikiranku, kapan-kapan aku ingin mampir ke gubuk itu ach....ingin sekali aku berkenalan dengan nenek tua itu, tak tega aku melihatnya, di sisa hidupnya seperti itu semestinya dia tak lagi mengerjakan pekerjaan yang berat-berat.
Dua hari sudah aku berada dirumah Nelwan, seperti biasa selepas sarapan pagi, aku berkeliling mengitari halaman rumah, lalu sedikit jalan-jalan tak jauh dari rumah hanya sekedar ingin menghirup udara bersih, sebab di tempatku..udara seperti ini sudah suslit kami dapatkan.
Ketika aku melewati gubuk tua itu, si nenek tua yang kemarin kulihat sedang asyik menyiangi daun kelapa yang telah jatuh di halaman gubuknya, sambil sesekali ia bersenandung yang aku tidak tau apa arti dari senandungnya itu.
Hatiku tergerak untuk mendekat dan menyapanya, tapi..ach..apa kira-kira aku akan mengganggunyakah ? Pikiranku terus berkecamuk, sehingga aku tak tahan lagi dan kuputuskan untuk cepat2 mendekat untuk menyapanya,
" Assallammua'laikum ".
" Wa'alaikumsallam " siapa yaa..jawabnya.
" Saya kakak pak Nelwan, tetangga mbah yang ada diseberang sana..sambil aku menunjukkan jari telunjukku ke rumah Nelwan.
" ooooo...anak dari mana..?
" Dari jalan-jalan aja disekitar sini.."
" Embah mau bikin apa...? begitulah aku mulai membuka pembicaraan.
" Heeee...apa nak..", sambil dia melakukan gerakan menarik daun telinganya pertanda dia kurang mendengar apa yang aku tanyakan.
Kali ini aku menambah volume suaraku, tujuannya agar dia bisa mendengar lebih jelas, maklum ibu tua ini pendengarannya mungkin sudah mulai berkurang, pikirku.
" Embah mau buat apa.....kok daun kelapa disisir-sisir seperti itu ".
" oooohhh...ini ni..lidinya mau di ambil, mau saya kumpulin, nanti kalau sudah banyak akan saya jual.."
" Ya Allah ya Robbi..tersekak tergorokanku mendengarnya, alangkah menderitanya ibu ini, dimana anaknya yang gagah dan cantik2 itu, kenapa mereka membiarkan ibu mereka merana dan sengsara seperti ini..kejam dan durhaka benar kelakuan mereka ".
" Sini mbah aku bantuin...aku juga gak ada kerjaan kok, lalu mulailah tanganku meraih daun kelapa itu, ku ikuti cara si mbah mengeluarkan lidi yang ada di daun kelapa itu,
Satu,dua,tiga,empat, terussss...akhirnya banyak juga hasil yang kudapat.
" Mbah punya anak ndak...? tanyaku kepadanya
" Mendengar pertanyaanku, muka si mbah mendadak muram bercampur sedih, namun nampaknya dia kuat untuk menjawab.
Punya kok nak...tapi jauhhhhh...mereka ndak tinggal disini.
" Ada berapa anak mbah..."
" Ada dua kok nak..., satu laki...satunya lagi perempuan.
" Suami embah kemana...masih hidup atauuu....
" Suami saya sudah lama meninggal nak....anak laki2 saya jauh...dia kerja di luar sana nak...jadi TKW, anak perempuan saya ada di kota...
" Sering pulang ndak mereka mbah...
" Ndak pernah nak....hanya yang perempuan saja pernah pulang sekali, itupun nitipin anaknya disini "
" Nah..terus..mana cucunya embah itu...kok ndak kelihatan...
" Wahhh..si Tole sudah meninggal nak...terserang penyakit..., saya sudah khabari mboknya, tapi ndak dateng juga sampai sekarang...ya...sudahlah...dia juga ndak peduli..jadi mau apalagi...percuma nak... orang2 bilang kalau kita punya anak yang kerja di luar negri atau di kota itu seneng ya...tapi embah kok ndak pernah merasa gitu ya...sambil dia menyekat keringatnya, namun terpancar jelas raut kesedihan pada wajah keriput itu, sesekali dia menghapus air matanya yang mengalir
Begitulah, banyak yang kami perbincangkan pagi ini,
kring kringggg..kring kringgg..kubuka hpku, ternyata telphone itu dari Dinar, dia pasti mencari-cariku,
" Iya Din...kakak ada di rumah si embah yg di seberang..."
" ooooh..aku khawatir kak..aku pikir kakak tersesat untuk pulang...ya gak apa2 kak..nanti kalau sudah selesai kakak cepat pulang ya...
" Iya din...lalu kututup hpku, duhhh..aku merasa bersalah sama Dinar, semestinya tadi aku mengabari dia dulu, tapi ya sudahlah, nanti aku minta maaf saja, pikirku.
Keesokan hari,
" Nel..Din..kakak pulangnya besok ya...tolong nanti Nelwan pesenin kakak travel ya...?
Kemudian aku bangun dan masuk ke kamar, ku raih amplop putih di atas meja riasku, lalu aku keluar lagi menemui mereka berdua, " Din...tolong Dinar sampaikan amplop ini pada mbah Mamat ya...itu lo... nenek yang di seberang kita ini..( sambil aku menunjuk gubuk si nenek ).
" Apa isinya amplop itu kak...? selidik Dinar ingin tau.
" Ach..ini isinya uang yang ala kadarnya aja ", tolong juga sampaikan permohonan maaf dan salam kakak kepadanya ya....".
" Baik kak..nanti aku sampaikan ".
Tiga bulan setelah kepulanganku dari rumah Nelwan,
Kring kringgggg, kring kringggg, hpku berbunyi, ternyata nomor itu dari Nelwan,
" Kak...nenek Mamat meninggal tadi malam...".
" Innalillahi Wainnalillahirojiun, semoga arwahnya diterima dan mendapat tempat yang layak ya Nel....
Nenek Mamat, sebenarnya sudah lama sakit, tapi ya...begitulah dia, bukannya tidak ada orang atau tetangga sekitarnya yang perhatian dengannya termasuk adikku Nelwan...tapi lagi-lagi nenek Mamat selalu saja menolak, sebenarnya alasannya sangat klise yaitu dia tidak mau merepotkan orang lain.
Bagiku, kenal dengan nenek Mamat merupakan pengalaman hidup yang sangat berharga, ini peristiwa yang tak mungkin dan entah kapan lagi aku dapatkan.
0 komentar:
Posting Komentar