Dua Bulan dalam Hidupku

Minggu, 20 Juni 2010

Winny W Sutopo

Dua bulan terakhir ini aku keluar dari kehidupan rutinku di bontang. Dan dalam dua bulan ini banyak hal yang kutemui dan ternyata memperkaya kehidupan batinku.

Aku bertemu sekelompok anak muda yang pandai, cerdas, sopan, berdedikasi dan bersemangat kerja tim tinggi. Nasib mempertemukan mereka untuk sama-sama bekerja pada suatu perusahaan besar bergengsi. Nasib pula yang kemudian membawa meraka untuk bersama-sama mengalami kehilangan pekerjaan karena perusahaan tempatnya bekerja ditutup. Ketika pertama kali saya bertemu mereka, tentu mereka seedang tidak dalam kondisi yang positif, rasa cemas, bingung, kecewa, patah hati , marah, semua berbaur menjadi satu. Perasaan yang mudah untuk dipahami, karena tadinya mereka telah menggantungkan nasib dan kehidupan keluarga kepada perusahaan yang amat mereka banggakan, tetapi kemudian secara mendadak mereka harus kehilangan semuanya.

Tetapi yang membanggakan dari mereka adalah, selain sifat-sifat baik yang telah saya tuliskan di atas, mereka adalah sekelompok anak muda yang tegar, penuh keyakinan diri dan berpikiran positif. Di tengah kemelut, mereka tetap menampilkan keceriaannya, kekompakannya sebagai suatu tim juga tetap tergambar dalam aktivitas sehari-hari dan kecintaannya kepada perusahaan tetap terpelihara seperti yang tampak dalam foto-foto perpisahan yang diadakan.Dengan bersemangat , optimis dan tetap ceria mereka juga bergerak untuk mencari pekerjaan baru.

Saya juga bertemu dengan sekelompok pegawai yang menduduki jabatan managerial di kantornya. Kantor tempat mereka bekerja merupakan kantor besar dengan reputasi yang baik. Mereka sendiri juga merupakan karyawan yang pandai, berdedikasi dan berkomitmen tinggi terhadap perusahaan tempat kerjanya. Tetapi yang mengejutkan bagi saya adalah ternyata gaji mereka tidak segemerlap jabatannya. Bahkan di perusahaan tempat suami saya bekerja, level gaji itu hanya diterima oleh karyawan biasa.

Saya sempat pula berinteraksi dengan sekelompok ibu yang harus menjadi pencari nafkah utama bagi keluarganya, karena suami-suami mereka kehilangan pekerjaan. Meski berat beban yang mereka sandang, tetapi mereka tetap gembira, bercanda dan bersemangat. Kesulitan yang dihadapi mereka sikapi dengan positif, bahkan mereka malah bisa membuka lahan kerja baru bagi sekelompok orang.

Dalam kurun dua bulan ini, di lain pihak saya juga bertemu dengan sekelompok orang yang telah mapan dalam kehidupannya, tidak lagi sibuk memikirkan nafkah untuk keluarga. Dan dengan segala kelebihan yang mereka miliki, mereka tidak menjadi sombong dan lupa diri. Sebaliknya mereka membagikan kebahagiaannya dengan berkiprah di bidang sosial. Ada ibu yang membuka PAUD di garasi rumahnya untuk anak-anak balita dari kalangan yang termarjinalkan, ada bapak yang ikut menggiatkan kembali gerakan pramuka untuk membangun kembali karakter bangsa ini, ada yang membantu memberdayakan ekonomi dan kehidupan beragama masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya hingga membentuk komunitas yang besar. Mereka membiayai sendiri kegiatannya, tidak menunggu bantuan atau donatur . Mungkin tidak banyak yang melihat kiprah mereka, apalagi yang tergerak untuk memberikan tanda jasa. Tetapi mereka tetap istiqomah dengan kegiatannya.

Semua ini membuka mata saya untuk melihat kenyataan hidup yang jauh berbeda dari apa yang saya rasa dan alami dalam kehidupan keseharian saya yang nyaman. Bertemu mereka yang kehilangan pekerjaan membuat saya jadi berpikir alangkah rapuhnya keamanan bekerja saat ini. Setiap saat perusahaan tempat kita atau suami berpijak bisa ditutup sehingga kenyamanan yang saat ini kita rasakan bisa luluh . Hal ini membuat saya mensyukuri bahwa suami saya masih memiliki pekerjaan yang baik di tempat yang stabil. Berjumpa dengan sekelompok manajer dengan gaji yang tidak setara dengan gemerlap jabatannya, menyebabkan saya bersyukur karena perusahaan tempat suami saya bekerja mampu memberikan kehidupan, penghasilan dan fasilitas yang jauh di atas layak bagi kami warganya. Bergaul dengan ibu-ibu yang harus mencari nafkah bagi keluarganya menyebabkan saya jadi merasa malu karena hanya bisa menghabiskan gaji suami untuk keperluan yang konsumtif sifatnya. Dan bertemu dengan kelompok manusia yang sudah mengawali upaya untuk memperhatikan dan memperbaiki kehidupan sekitar mampu membuat saya jadi berpikir apa yang sudah saya perbuat untuk lingkungan saya. Alangkah malunya saya, karena di tengah kenyamanan yang saya kecap, masih amat sedikit sumbangsih yang saya berikan untuk lingkungan saya.

Dua bulan ini amat inspiratif bagi saya dan memperbaharui semangat hidup saya.
Dua bulan ini telah membuka mata saya untuk berhenti mengeluh dan menganggap bahwa kesulitan saya adalah yang terbesar di dunia ini.
Dua bulan ini telah membuat saya tersadar akan sedikitnya sumbangsih yang telah saya berikan kepada lingkungan.
Dua bulan ini telah membuat saya malu karena kurang mensyukuri apa yang telah saya terima selama ini
Dua bulan ini membuat saya lebih mencintai dan menghargai suami saya dan kerja kerasnya bagi perusahaan dan keluarga

Ya Allah, bantulah saya untuk tetap menyukuri semua nikmat yang Engkau berikan.
Ya Allah, bantulah saya untuk tidak banyak mengeluh atas kesulitan yang saya hadapi, karena semua itu tidak sebanding dengan kesulitan yang dihadapi teman-teman baru saya
Ya Allah, bukakanlah mata hati dan pikiran saya agar dapat mencontoh apa yang telah mereka lakukan.
Ya Allah, tegarkan hati saya agar dapat istiqomah dalam menapaki kehidupan ini.

0 komentar:

 
♥KALAM IBU-IBU♥ - by Templates para novo blogger