Jumat, 04 Juni 2010
Oleh : Irvina Legowo
Hari semakin mendung saja, tak lama lagi pasti hujan segera datang. Aku jadi tertegun sejenak untuk menghilangkan rasa lelahku setelah aktivitas yang kukerjakan. Masih terasa lekat di dalam ingatan ini, semua peristiwa. Kejadian yang dialami semua orang pasti akan jadi kenangan, tak mungkin bisa dilupakan, entah sedih, gembira, apalagi yang lucu. Kadang ada juga yang bisa buat kita jadi malu… itulah kejadian. Tapi aku senang kok dengan variasi kejadian, tidak monoton. Ah… ini kan waktunya aku santai, aku tidak ingin terbawa angin kesedihan. Aku bisa merugikan diri sendiri, lebih baik aku lebih banyak berfikir positive aja.
“Bunda… Bunda….” Akmal memanggilku.
“Oh... iya, ada apa Nak?” jawabku.
“Tadi Akmal bisa kerjakan juga menjawab pertanyaan soal matematika lho dan mendapat nilai 100 (seratus),” kata Akmal.
“Wah, syukurlah Nak. Alhamdulillah ternyata dirimu HEBAT!” aku pun berkata begitu.
“Tapi Akmal gak bisa jawab yang Bahasa Indonesia dan nilainya hanya 65 (enampuluh lima). Maafkan Akmal ya Bunda, Bunda jangan marah,” kata Akmal.
“Ya sudah, tidak apa-apa Nak. Bunda tidak marah, tapi nanti kita perbaiki jawaban yang salah dan kita belajar bersama lagi ya.”
“Baiklah Bunda.”
Ah… Akmal, Bunda jadi teringat pada dirimu Nak, bunda jadi terkenang lagi hingga saat ini, tidak disangka Bunda ini masih bisa bersamamu, karena… Allah masih memberikan kesempatan pada bunda untuk merawatmu, membesarkanmu. Alhamdulillah bunda ini sekarang bersyukur sekali kepada Allah yang senantiasa memberikan keselamatan, kesehatan dan yang terbaik pada bunda.
Tiba-tiba hujan turun begitu derasnya, beserta petir dan tiupan angin yang begitu kencangnya, bikin aku jadi terperanjat ketakutan. Tapi ah biarlah, memang sudah begini adanya. Segalanya kan hanya Allah saja yang menghendakinya. Selama perjalanan waktu terus berjalan, aku tak akan pernah tahu, sampai di mana waktu itu akan berhenti, entahlah!! Rasanya sekarang aku ingin istirahat, santai sejenak, sambil menemani suami juga anak lagi belajar.
Asyik-asyik santai sambil mendengarkan music yang kita suka, apalagi kalau kita dengar dari awal, menyimak bait demi bait, ada bait kata yang terdengar sepertinya pernah juga terjadi pada diri kita, ada syair begini misalnya :
Kata mereka diriku selalu dimanja
Kata mereka diriku selalu ditimang
Oh… bunda… dst.
Itu adalah lagu yang juga jadi favoritku “BUNDA”. Aku termenung jadi ingat pada bunda tercinta. Kemarin rasanya aku memanggil ibuku “BUNDA” sekarang tak nyangka “AKU” yang dipanggil “BUNDA”.
Bunda tercinta, yang penuh perhatian tanpa batasnya, kasih sayang penuh belaian untukku, untuk kita. Aku ini jadi anak kebanggaannya, ibarat kata nyamuk saja tak berani mendekat.
Tapi sayang, kadang aku ini tidak mengerti perasaan bunda, kalau bunda pernah marah, aku malah kesal pada ibundaku ini, padahal memang aku yang salah. Sayang ya, waktu tidak bisa diulang, coba boleh diulang, aku akan meminta maaf, mengakui kesalahanku yang lalu. Aku ingin bahagiakan bunda. Tapi ya… sudahlah yang berlalu biarlah, sekarang aku hanya bisa mendoakannya dari kejauhan saja. Karena bundaku telah lama tiada, bunda telah dipanggil Sang Khalik, tenang di sisi Allah.
Saat ini aku disibukkan dengan beberapa kegiatan, tapi itu semua karena keinginan aku sendiri. Alhamdulillah suami tidak keberatan. Kegiatan ini memang yang diinginkan aku. Aku sudah mengerti bagaimana cara membagi waktu, di saat anak-anak sekolah, pekerjaan di rumah juga selesai. Aku pergi ikut kursus menjahit, juga kegiatan pengajian ikut memberikan semangat dalam kehidupan ini, alhasil aku tidak berdiam diri saja di rumah. Dari aku belajar mengaji Al-Quran, ibaratnya dari kurang bisa menjadi biasa dan bisa. Jadi dalam keseharianku, banyak juga aku belajar di luar rumah. Yang pasti, aku mencari ilmu yang manfaat untuk diriku sendiri. Menurutku, sayangkan waktu terbuang percuma, hanya untuk jalan-jalan tanpa arah yang pasti.
Aku ini jadi teringat pada saat bulan Maret tepatnya tahun 2003, di saat detik-detik aku akan melahirkan anak kedua (sekarang Akmal umurnya 7 tahun). Aku jadi ada rasa trauma berat.
Pagi tanggal 3 Maret 2003, perut ini rasanya semakin mengencang saja. Ada rasa takut, cemas, rasa sakit, nyeri nyampur jadi satu. Aku dan suami masih nyempatkan jalan pagi, naik turun tangga, maksudnya supaya aku tidak konsentrasi sama mulesnya. Rasanya berat sekali membawa diri, kadang-kadang di perut panas, gatal, panas, yang jelas rasanya sudah tidak tertahankan. Buang air besarpun sepertinya agak sembelit, kontraksi terasa sering sekali.
Aku di antar suami pagi-pagi sekitar pukul 08.00 pagilah, kebetulan tanggal 3 Maret itu rumah sakit lagi libur, karena tanggal merah seingatku. Jadi aku langsung diantar ke EMERGENCY. Kebetulan dokter jaga ada kalau tidak salah, aku langsung rebahan dulu sementara nunggu dokter datang. Tidak lama kemudian dokter kandungan datang, menanyakan keluhanku, sambil memeriksa kehamilanku ini. Menurut dr kandungan ini (sebut saja namanya Sutrisno). Kata dokter Sutrisno, aku perkiraan melahirkan tanggal 7 Maret 2003. Namun perasaanku, kok sudah waktunya ini aku pengen melahirkan hari ini saja. Tapi dokter Sutrisno hanya memberiku obat supaya aku ini bisa buang air besar. Kata beliau masih beberapa hari lagi bayinya baru dilahirkan.
Yah… sudahlah, aku tidak ingin ngotot juga waktu itu, pulanglah aku ke rumah. Sampai di rumah, aku minum obat itu, obatnya yang satu lagi dimasukkan lewat dubur. Namun apalah setelah itu, bukan mau buang air, aku tambah sakit, malah seperti demam gitu, seperti keringat dingin, entahlah. Aku hanya banyak berdoa, berdzikir, tarik nafas kalau lagi sakit. Aku hanya diam saja, sambil banyak-banyak berdzikir, rasanya sedikit tenang kalau caranya seperti itu.
Siang telah datang, sore juga datang, akhirnya malampun kujumpai. Alhamdulillah aku masih diberi kekuatan oleh Allah. “Ya Allah aku memohon padaMu berilah keselamatan, kekuatan, keyakinan, kesehatan, aku mohon ampun padamu, jika aku ini banyak berbuat salah, maafkanlah aku.” Itu hanya perkataan dalam hati kecilku saja. Aku lebih banyak berkata-kata dalam hati, jangan sampai membuat suami dan orang di sekitarku panik.
Waktu tepat menunjukkan pukul 22.00 (sepuluh malam hari). Aku ingat tanggal 3 Maret 2003 itu malam Satu Muharam. Kata orang-orang sih tanggal yang seram, tapi aku tidak percaya hal-hal demikian. Aku melahirkan anakku (Akmal) malam Satu Muharam alias Satu Suro tadi. Yah… aku sudah tidak tahan menahan rasa sakit, nyeri di bawah perut. Rasanya jam 22.00 malam aku diantar suami ke rumah sakit, Alhamdulillah suami kebetulah sedang libur kerja. Menuju rumah sakit, untung saja rumah sakit jaraknya tidak jauh sekali dari rumah, yah kalau dari rumah ke rumah sakit kurang lebih 10 menitlah sampai. Di kendaraan saya sudah tidak konsentrasi lagi apa yang diomongkan suami. Saya lebih banyak berdzikir dan tarik nafas saja.
Tiba di rumah sakit aku sudah tidak sanggup jalan lagi, di depan pintu Emergency aku duduk di kursi roda, langsung menuju ruang bersalin saja. Tiba di ruang bersalin, ceritanya sudah ganti baju, tiba-tiba langsung pecah ketuban. Warna air ketuban itu warnanya kuning kunyit, aku pun mendadak jadi berwarna kuning gitu, sakit tak tertahankan, aku tidak memikirkan warna apa pun. Yang ada di pikiran hanyalah segera mengeluarkan bayi yang ada di perut.
Dibantu seorang suster, aku berusaha mengejan mengeluarkan si bayi di perut. Satu kali gagal, kedua kali mengejan Alhamdulillah keluar juga Akmal dari perutku ini. Rasanya lega sekali. Tak disangka juga bayiku ini laki-laki. Menurut hasil USG, katanya bayiku perempuan. Ah… USG kan cuma sebuah alat untuk melihat kondisi bayi saja, bukan untuk melihat jenis kelamin. Semua itu hanya Allah saja yang menentukan. Manusia hanya merencanakan saja.
Setelah kutahu bayiku ini seorang lelaki, pas sudah kebahagiaan ini untuk aku dan suami. Alhamdulillah lengkap menurutku, anak pertamaku “Virly” seorang perempuan, waktu itu usianya sudah 5 tahun, TK Besar. Senang ya sudah terasa pasti. Tapi apalah daya aku setelah melahirkan, seperti kebanyakan ibu yang yang lain rasa lelahpun kuhadapi, aku mulai capek, ngantuk. Oh… ya, aku melahirkan pukul 12.30 (setengah satu malam). Yah… tengah malam persis, tgl 4 Maret 2003. Benar-benar malam satu Muharram. Detik-detik aku pun mulai merasakan mengantuk dan letih sekali malam itu. Setelah aku dibersihkan oleh suster, aku langsung dibawa ke ruang perawatan. Di kamar perawatan, aku sempat pamit pada suami. Kukatakan ucapan, “Ayah, aku mohon maaf apabila aku ada kesalahan”. Suami menjawab, “Iya, sama-sama Bunda. Ayah pun demikian.”
Lalu, aku pun tanpa berkata lagi, terus tertidur saja. Selanjutnya aku pun tak tahu lagi ceritanya tentang aku. Ternyata aku dinyatakan koma, jadi selama aku tidur, ya rasanya tidak ada rasa beban di diri ini, rasanya badan capek pun tidak ada. Nyeri sudah hilang, cemas pun tak kurasakan. Betapa nyamannya aku tertidur, aju jadi tidak ngerti apa-apa.
Baru aku sadari, kata suami, waktu saya sudah mulai sembuh suami cerita, bahwa aku dinyatakan tidak sadarkan diri kurang lebih 4 hari apa 5 hari begitu. Yah… koma… menurut dokter tipis harapan hidup, sisa 25%. Aku selama tidur itu, perasaanku seperti berjalan menuju jalanan yang aku sendiri belum pernah menuju ke tempat itu. Tempatnya teduh, bertemu pula dengan bundaku yang telah lama tiada. Jadi seakan-akan beliau datang menjemputku, tapi aku tidak dapat berkomunikasi pada beliau, aku tidak dapat berbicara. Mulut ini seperti kaku, tertutup tak berkata apapun, sepertinya antara sadar dan tidak. Airmata tak terasa menetes membasahi pipi, apakah Allah telah memberi cobaan padaku? Mungkin aku kurang baik di mata Engkau ya Allah.
“Allahu Akbar,” itu yang kudengar dari kejauhan, sepertinya ada yang memanggil kata-kata itu. Aku pun ikut mengucapkannya, namun aku sendiri tidak mengerti ada apa sesungguhnya yang terjadi pada diriku. Aku yang katanya dalam keadaan masih koma, sebentar-sebentar mataku terbuka, tiba-tiba tertutup. Kalau seingat aku sih, rasanya seperti tidur yang tidak ingin diganggu siapa-siapa, rasanya baru saja aku mau istirahat, kok sudah dibangunkan.
Dari singkat cerita, aku dikirim ke Rumah Sakit Internasional Surabaya. Dirujuk ke sana, kurang lebih tiga minggu aku dirawat di sana. Alhamdulillah sembuhlah aku, berkat usaha berobat sambil banyak berdoa, juga doa dari keluarga, sahabat, handai taulan, juga diri sendiri “yakin sembuh”. Syukur Alhamdulillah aku panjatkan kepada Allah SWT, kini aku sehat lagi. Mudah-mudahan menjadi lebih baik lagi. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar