IBU KU KORBAN TABRAK LARI...

Selasa, 16 November 2010

14 th lalu aku dinyatakan lulus,setelah 4 th kuliah, sebelum diwisuda,& sebelum ku ''terikat''dgn pekerjaan,aku di perbolehkan orang tua ku melancong tuk sekedar menikmati''kebebasanku'',krn stlh di wisuda nt aku fokus pd pekerjaan yg telah ku idamkan menjd PNS di PERUMKA DAOP VIII Bandung.
Saat aku tengah menikmati''kebebasan'' hari tanpa berkutat dg mata kuliah & kegiatan2perkuliahan lainnya,aku bermimpi bertemu Ibuku yg memakai gaun putih,ketika itu aku berada di pulau Sumbawa setelah bbrp hari menghabiskan wkt bersama temanku di Mataram,lombok yg indah..Dlm mimpiku itu aku ingin memeluknya,tp ibu ku diam..lalu akupun menangis,tdk ada sepatah katapun keluar dr bibirnya,seketika itu jg aku terbangun,dalam keadaan msh sesenggukan,aku minta temanku menemaniku mencari wartel,krn saat itu tentu saja tak ada hp. Saat aku menghub rmh ku kakakku berkata"..pulang dek ila" dan akupun menangis..,krn aku tahu telah terjadi sesuatu dgn ibu u tercinta...
singkat cerita,aku mendapati ibu ku di RS dr Soetomo sby dgn keadaan kaki kanannya dibawah betis smp jari kaki hancur tak berbentuk. Aku hanya termangu sejenak,tidak lagi bisa menangis,krn bpk ku bilang:''jangan menangis di depan ibu..",ku cium tangannya,lalu kutemani dia setiap hari. Berbulan bulan sejak insiden kecelakaan itu ''merenggut'' kesempurnaan ibuku,sedikitpun aku tak pernah mendengar beliau dendam dgn sopir yg tak bertanggung jawab itu,iya..ibu ku korban tabrak lari..,berbulan2di rawat di RS,keluar masuk kamar operasi,ibu ku tak pernah mengeluh,hanya bila dirasakan sakit beliau menyebut namaNYA,beristighfar..
ibuku wanita sabar , ibu ku idolaku...dia tak pernah dendam,tak pernah berpikir buruk kpd org lain,dgn keadaan fisik yg tak lagi sempurna,beliau tetap sesemangat dulu saat msh punya kaki yg sempurna...saat ini engkau jauh di kota lain,namun ibu... kau tetap dekat di hatiku..semoga ALLAH selalu mengasihi,menjaga,membahagiakan ibu di dunia & akherat...amin..

Sepotong Cerita di Mina

“...mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yg sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah..." (QS. Ali Imron : 97)



Perkemahan Haji di Mina, pada musim haji Januari 2004.

Pagi masih menyisakan dingin yang menggigit. Di dalam tenda perkemahan haji Indonesia di Mina itu kami melepas penat setelah semalam mabit di Muzdalifah. Sambil membereskan tas bawaanku, mataku bersitatap dengan mata perempuan itu. Perempuan tua yang duduk mematung di sudut kemah. Pikirannya seperti mengembara entah kemana. Aku trenyuh. Kuhampiri dia.

“Ibu capek ya?” sapaku memecah kesunyian. Ia hanya tersenyum.

“Anakku kemana?” tanyanya.

“Mungkin sedang mengambil sarapan Bu,” jawabku sekedar menerka. Kupijat kaki ibu yang sedang selonjor itu. Ia tersenyum senang. Aku jadi membayangkan ibuku yang tahun lalu pergi haji. Ah, betapa bodohnya aku membiarkan ibu menunaikan ibadah haji sendiri, walaupun kutitipkan pada sebuah KBIH.


Melihat lautan manusia yang begitu banyaknya saat ini ketika aku dan suami menunaikan ibadah haji, baru kusadari betapa riskannya membiarkan ibuku pergi sendiri. Siapa yang menemani ibu ketika lelah, siapa yang memijatnya, melindunginya? Ya Allah, maafkan hambaMu ini.

Karena membayangkan ibuku itulah, maka aku berusaha memperlakukan wanita-wanita seusia ibuku dengan santun. Aku ingin membalas keteledoranku tahun lalu dengan berbuat baik pada ibu-ibu tua yang menunaikan ibadah haji bersamaku tahun ini.

Belum lama kami bercakap-cakap, anak laki-laki si ibu datang. Bersama istrinya ia membawakan sarapan untuk ibundanya.

“Makan dulu Bu,” anak lelakinya menawarkan sarapannya. Betapa kasih dan sayangnya ia pada ibunya. Sementara istrinya hanya memandang tanpa ekspresi apa-apa. Kudengar ibu itu mengeluh dan sang anak membujuknya dengan sabar. Ya Allah, aku terharu melihat bakti sang anak lelaki pada bundanya. Aku segera berlalu meninggalkan pemandangan ini. Hatiku serasa terpukul melihat kejadian itu, kembali terbayang ibuku sendirian menjalankan hari-hari hajinya tahun lalu. Andai bisa kuputar ulang waktu.... Aku menghela nafas. Sungguh beruntung akhirnya ibuku bisa menunaikan hajinya dengan selamat dan penuh sukacita sampai kembali ke tanah air, walau tanpa pendamping.

“Ayo kita melempar jumroh sekarang Mi,” ajak suamiku membuyarkan lamunanku tentang ibu. Aku mengangguk sambil menyiapkan butiran-butiran kerikil yang telah kami kumpulkan di Muzdalifah semalam ke dalam kantung kain yang sudah dipersiapkan ibuku jauh-jauh hari sebelum kami berangkat ke tanah suci.

Bergegas kami menuju jumrah Aqobah. Lautan manusia yang begitu banyaknya membuatku semakin merasa bersalah membayangkan ibuku. Aku yang masih cukup kuat saja musti punya tenaga ekstra untuk melakukan ibadah yang satu ini. Terombang ambing lautan manusia yang begitu padatnya, alhamdulillah kami bisa melaluinya dengan selamat.

Aku berbaring di dalam tenda, memejamkan mata sejenak sedikit banyak dapat mengurangi rasa penat. Belum habis lelahku sekembali dari melempar jumroh, sayup kudengar sedikit keributan dan nada kebingungan seseorang.

“Kemana ibu? Mengapa tak kautemani ibu ke kamar mandi?!” suara lelaki itu seperti kukenal.

“Kamar mandi kan dekat,” sahut suara seorang perempuan.

“Tapi sampai sekarang ibu belum kembali,” sahut si lelaki. Ada nada cemas dalam ucapannya. Aku teringat ibu tua yang tadi pagi kuajak ngobrol. Jangan-jangan... Ah, benar saja. Ibu tua tak kembali ke perkemahan sedari waktu Dhzuhur tadi.

“Lebih baik kita cari saja di sekitar sini. Ayo kita berpencar,” ketua regu memberi saran dan intruksi. Akhirnya kami berpencar ke segala penjuru makhtab untuk mencari ibu tua yang tadi pagi kuajak ngobrol itu. Aku masih ingat wajahnya.

Sepanjang pencarian aku berdoa untuk keselamatan ibu tersebut. Sudah 3 x aku keliling ke tempat yang sama dari ujung ke ujung komplek perkemahan, tapi sosok ibu itu tak kutemukan juga. Begitupun teman-teman yang lain tak berhasil menemukan ibu tua. Akhirnya kami pasrah dan kembali berkumpul di tenda.

Kulihat lelaki itu menangis. Bisa kubayangkan betapa merasa bersalahnya ia membiarkan ibunya pergi sendiri. Di luar, senja mulai temaram. Adzan Mahgrib berkumandang. Perlahan malampun kian gelap. Ibu tua belum kembali. Tak bisa kubayangkan bagaimana ibu itu melalui malamnya saat ini. Hawa dingin menusuk tulang. Semoga saja ada orang yang berbaik hati menampungnya dan meminjamkannya selimut.

Keesokan harinya, belum ada tanda-tanda si ibu kembali. Anak lelaki si ibu dan istrinya tak bisa tidur semalaman, mereka tak bosannya berkeliling sambil berharap bertemu sang ibu. Pagi-pagi sekali mereka sudah meninggalkan tenda untuk kembali mencari ibunya.

Aku dan suami masih menikmati sarapan kami ketika seseorang menuntun perempuan tua yang kedinginan itu di pintu tenda. Masyaallah, itu ibu yang kami cari. Segera kami menuntun dan membawanya ke tempat istirahatnya. Wajahnya kelihatan bingung dan kelelahan. Kami segera mencari obat gosok dan berusaha memberinya kehangatan. Salah satu teman kami memijat pundaknya, sementara yang lain menyelimuti tubuhnya dan memijat kakinya. Yang lain bergegas mencari sang anak untuk mengabarkan bahwa ibunya sudah kembali.

Tergopoh-gopoh sang anak menghampiri bundanya, memeluk dan menciumnya sambil menangis. Ibu tua hanya terdiam. Entah apa yang dipikirkannya. Sementara menantu perempuannya duduk dengan wajah lelah tanpa senyum. Tak ada kegembiraan di wajahnya seperti suaminya. Aku heran melihatnya. Kelihatannya ia kesal pada mertuanya itu. Tapi pantaskah hal itu ia perlihatkan di hadapan kami yang notabene bukan keluarganya tapi sangat bergembira melihat si ibu kembali? Aku bergidik ngeri membayangkan bila kelak aku mendapat menantu seperti itu. Haduh, jangan sampai deh. Tapi semua kusimpan saja dalam hati.

Di Mekkah, seusai kami melaksanakan semua syarat dan rukun haji, salah seorang temanku masih merasa heran dengan sikap menantu terhadap mertuanya itu yang juga mengganjal pikiranku. Tanpa sadar kami jadi membahas perilaku tersebut. Aku hanya bisa beristigfar, semoga hal seperti itu tidak menimpa diriku.

“Semestinya, kita memaklumi perasaan sang menantu,” tiba-tiba salah seorang temanku menukas pembicaraan kami.

“Alasannya?” tanya kami serempak.

“Ibu tua itu sebenarnya sudah agak pikun. Dia tidak ingin pergi haji, anak lelakinya yang mengajaknya untuk menunaikan rukun haji ini. Maksud anaknya sih baik, tapi dia tidak menyadari kondisi ibunya. Namanya mulai pikun, ya ibadahnya jadi sering salah-salah. Kelihatan dari perilakunya sehari-hari. Selama kami satu kamar dengan ibu itu, banyak hal yang terjadi. Menantunya selalu mengingatkannya untuk shalat, bedzikir ataupun membaca Al-Qur’an daripada duduk termenung, tapi ibu itu sering membantah. Nanti kalau anak lelakinya datang menengok, si ibu mengeluh ini itu, seakan-akan ia tak diurusi oleh menantunya. Kasihan deh menantunya itu. Ada-ada saja alasan ibu tua itu untuk menolak ajakan baik menantunya. Aku nggak heran kalau pada puncaknya menantunya jadi sangat kesal,” ujar temanku.

Kami saling memandang tak percaya, mencoba mengerti perasaan sang menantu diperlakukan seperti itu oleh ibu mertuanya. Begitulah kenyataan yang ada. Ketika hidayah datang pada sang anak lelaki, ia menyadari bahwa menunaikan rukun Islam yang kelima adalah wajib bagi mereka yang mampu. Ia merasa mampu membiayai kepergian ibundanya ke tanah suci. Tapi ia lupa, selain mampu dalam harta, seorang yang ingin menunaikan ibadah haji harus mampu juga secara fisik dan pengetahuan mengenai ibadah yang akan dilaksanakan.

Sesungguhnya betapa menyenangkan perjalanan ke tanah suci dalam kondisi sehat, muda dan kuat. Insyaallah segalanya dimudahkan. Jikalau dirimu telah diberi kecukupan rezeki untuk menunaikan rukun Islam yang kelima, tunggu apa lagi? Mumpung masih muda dan masih punya kesempatan, jangan pernah menunda-nunda untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima ini.


Bontang, 15 November 2010.

Puzzle Idul Adha

Jumat, 12 November 2010

Di spanduk tertulis hari pelaksanaan “Idul Adha”, ada yang menyebutnya “Idul Qurban”. Dalam percakapan sehari-harinya, ibu-ibu biasa menyebutnya “Lebaran Haji”. Dan ditanah kelahiranku, kampung halamanku, tanah air beta.. masih terngiang jelas menyebutnya “Bakdo Besar”. Aiiih, sama saja maksudnya. Semua bermuara pada contoh sejarah nabi Ibrahim dan nabi Ismail. Sejarahnya yang telah sering terdengar saat pengajian di masjid maupun di musolla, sejarah yang diajarkan di sekolah umum sebagai pelajaran agama, sejarah yang diceritakan di sekolah mengaji sore anak-anak sebagai dongengnya. Buku-buku cerita juga banyak terjual, dan untuk menarik minat baca, banyak diterbitkan dalam bentuk komik untuk anak-anak. Hayuk kita buktikan, apa anak-anak kita telah tahu sejarahnya...

Mendekati hari raya Idul Adha, bahkan sebulan sebelumnya, di masjid-masjid telah dibentuk panitia pelaksanaan Qurban, mulai dari pengadaan sampai penyaluran daging qurbannya. Untuk memudahkan, para pequrban tinggal setor saja ke panitia uangnya sejumlah yang tertera, berapa rupiah untuk seekor kambing dan 1/7 bagian sapi. Begitu dimudahkannya, saat hari H tiba, tinggal melihat hewan qurban menunggu antrian kapan disembelih, dikumpulkan dengan yang lain, dipotong, ditimbang, dimasukkan dalam tas plastik dan siap dibagikan ke masyarakat sekitar. Tak perlu datang sendiri ke penjual, tak perlu menaksir umur, melihat keutuhan fisik, kesehatan, dan tak perlu tawar menawar. Semua sudah dimudahkan panitia. Qurban yang telah disembelih akan dikirim kerumah sebagian atau sebagai bagian pequrban untuk dinikmati sekeluarga atau mungkin akan dibagikan lagi pada orang-orang yang diinginkannya. Enaknya dimasak apa ya? sate, gule, tengkleng, sup? Waaaahhh lha kalau ini tergantung juru masaknya.. bisanya masak apa...

Kini saatnya Idul qurban di kampung halaman. Suasana yang selalu kurindukan. Biasanya hewan qurban yang dikelola masjid telah ada dua sampai tiga hari sebelum hari H, yah.. paling lama seminggu. Itu seingatku. Kalau lebih lama lagi mungkin akan merepotkan mengurusnya. Harus ngasih makan, ngasih minum. Apalagi kalau cuaca tak mendukung seperti hujan. Bisa-bisa hewan qurban sakit dan bisa mati. Maklum, semua nggak ada pengalaman pelihara kambing maupun sapi. Wallah wallah... jadi repot semua, belum lagi.. masjid harus mengganti hewan qurban. Tekor dong masjidnya.

Satu pekarangan yang lumayan luas, milik warga dipakai menampung hewan qurban, tentunya dengan meminta ijin si pemilik. Terpal sebagai pelindung dari cuaca panas dan hujan terpasang. Kambing-kambing dan sapi ditambatkan pada tiang, pada pohon, pada apa saja yang bisa digunakan. Anak-anak senang melihat sekumpulan hewan qurban yang lehernya terpasang tali memanjang ke beberapa tiang. Setiap sore menyambangi, mengelus-elus kepala kambing, memegang tanduknya, berusaha memasukkan daun kemulutnya. Ingin memberi makan.

“Itu kambingku, itu lhoh yang tanduknya melungker. Wuih tadi itu.. masak.. diseruduk sama kambing yang hitam jelek itu. Nakal itu kambing yang hitam itu”

“Iya, aku tadi juga lihat kok. Yok nggak usah dikasih makan yok, nggak usah deket-deket yang hitam. Ngeri aku, nanti kalau aku diseruduk”

Anak-anak, celotehnya selalu lucu-lucu. Mbing... mbing... ada yang nggak suka sama kamu lhoh. Makanya jangan nakal, jangan main seruduk. Tuh, kamu nggak dikasih makan sama mereka..

Tak hanya anak-anak yang datang melihat, bapak-bapakpun asik menaikkan anaknya ke punggung salah satu kambing, padahal anaknya sudah meronta-ronta nggak mau dinaikkan karena takut.

“Nggak papa.. nggak papa.. lhoo nggak papaa.. lihat tooo... nggak papa ini” si bapak... mbok ya sudah, wong anaknya sudak kejer gitu kok dipaksa, nanti malah trouma lhoh. Nyali anak kok disamakan dengan nyali bapaknya...

Ibu-ibu juga nggak kalah serunya, sambil menggendong anaknya mencari hiburan untuk anaknya supaya mau disuapi.

“Dik... dik.. itu lhoh dik kambingnya makan, yuk.. adik makan juga.. hak, hak, hak... haemmmm” slupruuutt... akhirnya satu suapan masuk kemulut.

Ternyata berkah qurban sudah dirasakan beberapa hari menjelang hari H. Semua menikmati kehadiran hewan qurban, mendapat hiburan, mendapat kesenangan, dan saatnya hari H nanti.. semua akan menikmati dagingnya..

***

Sehabis sholat isya’, anak-anak siap diarak oleh beberapa remaja masjid untuk takbir keliling kampung, obor kecil dari bambu dinyalakan dan dibawa oleh yang sudah agak besar. Mereka berbaris di depan masjid. Beberapa orang tua ikut berbaris dibelakang, akan ikut berkeliling kampung. Selain menjaga anaknya yang ikut dalam barisan, ternyata mereka juga senang. Saat barisan benar-benar diberangkatkan, takbir, tahlil dan tahmid berkumandang tiada henti. Remaja memimpin “Allaahu akbar.. Allaahu akbar.. Allaahu akbar, Laailaaha illallaahu Allaahu akbar, Allaahu akbar walillaahilhamud” disahut dari barisan dengan penuh semangat dengan lafal yang sama. Ada yang sampai terlihat benar otot lehernya saking semangatnya menyuarakan. Barisanpun berjalan menjauh, makin lama makin tak terdengar suaranya dan akhirnya barisanpun tak kelihatan karena berjalan kearah belokan gang kampung. Syiar islam menggema dari mulut-mulut mungil anak-anak kecil yang dengan senang melakukan perjalanan keliling kampung. Suaramu menjadi saksi di akherat kelak anak-anakku sayang.. Sedang sebagian lain. Remaja yang lain bersama pengurus masjid dan para sesepuh duduk dalam masjid, duduk bersila menghadap kiblat, dengan khusuk juga mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid. Semua siap menyambut hari raya Idul Adha esok hari.

Rute takbir keliling tak jauh mengingat dalam barisan adalah anak-anak, anak-anak SD, TK, bahkan ada yang belum sekolahpun ikut dalam barisan. Maka sebentar saja barisan sudah sampai ke halaman masjid lagi. Remaja memberi komando untuk masuk ke masjid. Anak-anak melepas sendal, masuk ke dalam dan duduk menunggu pembagian minuman pelepas dahaga, kue yang sudah disediakan ibu-ibu dibagikan, anak-anak menyambut dengan senang. Lihat senyumnya yang tulus menerima pembagian.. tak ada gumam mengeluhkan jenis kue atau jenis minuman. Semua menerima, membuka dan menikmati. Semoga Allah memberi keberkahan dari hidangan yang termakan. Amin. Kemudian anak-anakpun pulang dengan kebanggaan “Aku ikut takbir keliling”

Malam telah semakin larut, masjidpun akhirnya dikosongkan. Bapak-bapak pulang, remaja dan pengurus masjid pun pulang. Menyusun tenaga untuk pekerjaan besar esok hari.

***

Hari besar, hari yang ditunggu-tunggu. Setelah melaksanakan sholat Idul Adha berjamaah di pelataran masjid yang termasuk jalan kampung ini. Hewan-hewan qurban siap disembelih. Beberapa petugas yang akan menyembelih telah siap dengan pisaunya yang tajam, sekali tebas.. putuslah urat leher. Gilirannya penyamak kulit siap dengan keahliannya. Kambing yg telah mati digantung terbalik. Kepala dipisah dari badannya, badan dikuliti, dibelah perutnya, diambil bagian dalamnya. Hati, limpa dipisahkan, usus dan babat dipisahkan siap dibersihkan kotorannya. Kemudian seonggok daging dipindah ke terpal untuk dipotong-potong, ditimbang, dimasukkan ke kresek. Kerja sama yang hebat!

Ibu-ibu siap di dapur buatan, dapur sementara dipelataran masjid. Ada yang memasak nasi, ada yang meracik bumbu, ada yang meracik acar, ada yang menyiapkan piring, sendok dan gelas, ada yang menyayat daging kecil-kecil untuk dibuat sate dan gule. Semua terlihat sibuk membantu menyiapkan masakan dari sebagian daging qurban untuk makan siang panitia dan sebagian warga yang kebetulan lewat. Siapapun boleh menikmatinya.

Waktu berlalu, pekerjaan membagi qurban telah selesai dilaksanakan, terpal sudah kembali bersih, panitia juga sudah dalam keadaan bersih. Setelah sholat dhuhur, piring-piring ditata di dalam masjid, makanan siap disajikan dan semua menikmati hidangan yang dimasak ibu-ibu secara gotong royong. Alhamdulillah.. tugas mulia hari ini telah terlaksana. Semoga Allah meridhoi dan mencatat amal baiknya. Amin.

Dibawah ancaman Merapi

Selasa, 09 November 2010

Para petani dan penambang pasir masih bekerja seperti hari-hari biasa, padahal aktivitas merapi terus menunjukkan peningkatan, dan status siaga ditetapkan sejak Kamis, 21 Oktober 2010. Tampak mereka lalu-lalang menyusuri jalan dan gang-gang. Seorang ibu berjalan menggendong tenggok.. mungkin untuk mengambil hasil kebunnya, ada juga beberapa orang yang berjalan memanggul rumput atau memboncengkan rumput dalam ikatan besar di sepeda maupun motor untuk pakan ternaknya, Tapi yang jelas, sepertinya tak ada rasa khawatir dari raut mereka, seolah keadaan yang biasa saja dihadapinya. Ada yang mengatakan,

“Kalau nuruti rasa takut ya takut mas, tapi ya mau gimana lagi.. namanya juga hidup dilereng merapi, pasrah saja mas sama Gusti Allah”

Aktivitas merapi terus meningkat, hingga status waspada ditetapkan sejak Mingggu, 24 Oktober 2010. Tim evakuasipun terus membujuk mereka untuk segera turun, menjauh dari puncak merapi, menyelamatkan diri dari debu yang panasnya sampai ratusan derajat, yang setiap saat bisa saja membumi hanguskan. Kemudian..., status kembali berubah, dari waspada menjadi siaga kemudian ke awas. Tapi tetap saja ada beberapa yang tak mau beranjak dan beranggapan bahwa merapi tak akan meletus seperti yang sudah-sudah. Gemes rasanya, ini harus dipaksa. Selain membahayakan diri sendiri, ini juga bisa mempengaruhi orang lain untuk tidak mau turun. Aparat keamanan harus bertindak, bagaimanapun caranya. Jangan sampai menyesal kemudian. Hanya bisa getem-getem menyaksikan pemandangan di televisi.

***

Telephon berdering saat langit mulai gelap, hari ini Selasa, 26 Oktober 2010

“Ma, merapi meletus, coba lihat di tivi!”

Secara aku melompat dari kursi yang menghadap komputer, langsung lari menyalakan televisi. Ada apa dengan merapiku kali ini? Sedasyat apa letusannya? Lebih dasyat dari letusan beberapa tahun sebelumnyakah? Semoga tidak. Tersiar banyaknya korban akibat awan panas yang bergerak cepat.

Ya Allah, inikah wajah orang-orang yang tak mau turun itu, orang-orang yang tak mau dievakuasi? Orang-orang yang tak sempat menyelamatkan diri ketika debu panas benar-benar menerjang. Tubuhnya utuh, tapi sudah tak bernyawa lagi, kaku tertelungkup, tersapu debu merapi, ada yang di jalan, ada yang di pekarangan, tak terkecuali yang berada di dalam rumah, mereka tak terselamatkan. Ternak-ternak juga tak selamat, pohon-pohon meranggas, rumah tak utuh lagi. Hanya dalam hitungan menit.. semua hancur. Sampai dimana radius awan panas ini?

No HP pamong (guru) segera kuhubungi, tapi tak ada sahutan. Kemudian SMS kulayangkan. Semoga saja nanti akan ada jawaban walau mungkin agak larut malam.

Layar televisi akhirnya menyala dari waktu-ke waktu, tak akan dimatikan dan tak akan diganti siarannya. Tak cukup rasanya menunggu berita televisi, informasipun akhirnya didapat dari situs “detik” yang setiap saat menampilkan berita terkininya dan facebookpun juga diaktifkan menungu kabar dari putri cantikku kapan saja. Semoga saja akan ada berita menggembirakan darinya.

***

“Sofi, gimana kabar Sofi dan teman-teman soal kondisi merapi saat ini? Mudah-mudahan semua baik-baik saja. Sholat dan berdoa untuk keselamatan semuanya ya”

Inilah bunyi pesan yang kukirim di Fbnya sekitar jam 9 malam, karena berita dari pamong (guru) nya tak kunjung terbalas.

“Alhamdulillah, karena tadi sore sempet hujan deras. TN masih bagus, hanya ada hujan debu. Tapi di Muntilan dan Mertoyudan udah hujan pasir dan kerikil, semoga saja tidak sampai sini. Disini sudah ada pembagian masker dan belum boleh keluar graha. Insya Allah semua baik-baik, Iya nggak akan lupa mah, kabar Bontang gimana?”

Seperti diguyur air disaat kemarau panjang. Betapa melegakannya kabar yang kuterima, mendapati putri cantikku dalam keadaan baik-baik saja.

“Alhamdulillah, semoga semua baik-baik saja. Doa mama-papa untuk keselamatan semuanya”

“Iya Mah, disini semuanya pada siaga. Nanti mungkin mau berdoa bersama, besok juga nggak ada olah-raga pagi. Makasih ya Mah-Pah. Doain aja”

“Iya, semoga tidak membahayakan masyarakat Magelang, khususnya anak-anak TN yang saat ini sedang berjuang menuntut ilmu, jauh dari orag tua dan keluarga. Semoga Allah memberi keselamatan dan perlindungan sebaik-baiknya. Amin YRA”

“Amin, Amin. Makasih ya Mah, semoga semua baik-baik aja”

Ya Allah... betapa aku ingin memeluknya saat ini, menciumnya dan mendekapnya erat-erat. Aku harus menahannya diatas kegelisahanku beberapa waktu lalu. Lihatlah ! Betapa tegarnya putri cantikku, tersirat dari kata yang disusunnya untuk menjawab pesanku. Dan aku tak boleh membuatnya lemah. Lindungi dia ya Allah... lindungi sebaik-baik perlindungan-Mu.

***

Masih tetap memantau televisi, masih tetap mengaktifkan FB, masih tetap di jalur detik.com. Dan kali ini menambah pantauan dengan google map. Melihat jarak aman merapi seperti yang ditetapkan. Setiap berita muncul selalu kulihat peta digooglenya. Arah mana angin akan berhembus membawa awan panas merapi? Daerah mana yang saat ini sedang terkena musibahnya? Ngargo Mulyo, Hargo Binangun, Umbul Harjo, Pakem, Cangkringan, Argo Mulyo? disebelah mana ya?

Pemandangan yang sangat memilukan, rumah-rumah terbakar, pohon-pohon yang menghijau tak ada lagi, situasi perkampungan benar-benar sepi bak kampung mati, tak ada kehidupan, sapi-sapi terpanggang utuh, mayat-mayat tergeletak telungkup, ada yang disamping motornya di jalan, ada yang di dalam rumah, juga di pekarangan.

Tim SAR dan para relawan melakukan pencarian korban, barangkali dan semoga saja masih ada yang terselamatkan. Mereka berkejaran dengan awan panas yang siap diluncurkan dari merapi yang tak berhenti sejak meletus 26 Oktober lalu. Menahan panasnya debu yang masih mengepul saat kaki menginjakkan tanah ke bumi yang telah diratakan. Mencari orang-orang yang masih selamat maupun yang telah meninggal, padahal mereka tak mengenalnya, padahal bukan kerabatnya. Jempol empat rasanya tak cukup untuk memberikan acungan buat Tim SAR dan relawan.

Merapi terus aktif, masih memuntahkan kandungan isinya, dan awan panasnya terus membumbung tinggi.

***

Masih seperti hari-hari sebelumnya, televisi menyala di channel khusus, laptop juga terus menyala dengan situs-situs seperti sebelumnya, mencari berita terkini, tercepat dan mancocokkan lokasi sesuai berita yang dimaksud. Saat ini jarak aman dari merapi telah berubah, dari 10 km menjadi 15 km dan menjadi 20km. Semoga saja putri cantikku masih dalam jarak yang aman. Semoga Allah memberikan keselamatan dan perlindungan untuknya dan semoga tak diperluas lagi jarak amannya dan semua kembali normal lagi.

Ada satu pesan di Fbku hari Rabu, 3 Nopember 2010,

“Assalaamu’alaikum mah... disini lagi hujan abu, Cuma lebih parah dari yang kemarin. Debunya keliatan banget dan bau belerang. Semua udah pake masker.. tadi habis makan malam Sofi minta tolong temen untuk SMS mamah, takutnya malem ini Sofi nggak bisa nelpon”

“Wa’alaikum salam..., iya, sudah mama terima smsnya. Semoga saja keadaan membaik lagi ya. Semoga semua diberi kesehatan, keselamatan, perlindungan terbaik oleh Allah SWT, Amin YRA. Kalau memang nggak memungkinkan untuk telpon ya nggak usah telpon dulu, untuk jaga kesehatan mungkin lebih baik di asrama saja ya... Sofi bisa massage saja di FB mama. Sengaja FB mama dinyalakan terus dari tadi pagi dan di OL kan. Masker yang dibagikan cukup?”

Selanjutnya pembicaraan melalui chating dengannya, Alhamdulillah, puji syukur pada-Mu ya Allah telah Engkau berikan keselamatan, kesehatan, ketegaran dan perlindungan terbaikmu untuk putri cantikku. Semoga dihari-hari berikutnyapun akan Engkau anugerahkan kebaikan-kebaikan yang sama. Amin, YRA.

***

Dari pantauan di layar kaca, asap putih merapi terus membumbung tinggi, hingga mencapai 4000 meter. Kemana arah mana awan panas ini akan bergerak? Belum ada kepastian karena asap putih masih berdiri tegak. Hingga... Kamis, 4 Nopember 2010 menjelang pukul 6 pagi, merapi kembali meletus. Awan panas yang menjulang, diperkirakan sampai ketinggian 4000 meter... kini diperkirakan mencapai 6000 meter, awan panas berwarna agak kehitaman, dari informasi... ini berarti bercampur material dari dalam bumi. Seberapa banyak akan menghujani masyarakat sekitar merapi setelah awan bergerak?

Di Fbku kembali menampilkan satu pesan dari putri cantikku, Kamis, 4 Nopember 2010,

“Mah, hari ini hujan abunya lebih deras, nanti SMS temenku yah” begitu bunyi pesan yang terkirim pukul 2 siang.

“Iya, merapinya masih meletus sampai ketinggian 6000 meter. Banyak-banyak istighfar dan berdoa ya semoga diberi keselamatan, kesehatan, perlindungan oleh Allah SWT, Amin YRA. Semoga bencananya segera berakhir dan berganti kegembiraan. Amin”

“Tadi pagi habis kerja bakti bersihin sekolah, tapi karena hujan abunya turun lagi, jadinya dihentikan”

Ya Allah..., Kembali lidah ini berkeluh kesah kepada-Mu. Lindungilah putri cantikku.

Apakah kamu tahu sedasyat apa letusan merapi saat ini? Apakah kamu merasakan segelisah apa dan seberapa gemuruhnya dadaku menyaksikan tayangan berita di televisi dimana orang-orang panik, terluka, bahkan kehilangan nyawa dengan debu panas yang pekat.

Ada informasi, tempatmu masih berada diluar jarak aman dengan merapi, hati ini sedikit lega, namun keresahan tetap saja menjadikan selimut hatiku. Bibir ini tak berhenti bergetar berdzikir dan berdoa untuk keselamatanmu.

***

Kabut tebal masih menyelimuti merapi sejak kedasyatan meletusnya 4 Nopember pagi hari, sedang material berat terus dimuntahkan dari mulut merapi melalui sungai dan menuju ke kali Gendol. Kembali jari meluncurkan ke situs google map, dimanakah kali Gendol itu? Semoga masih jauh dari putriku. Tapi awan panasnya.. kemana bergeraknya? Ya Allah, berilah perlindungan terbaik-Mu.

Ada dua SMS menjelang magrib, Jum’at, 5 Nopember 2010 yang belum sempat terbaca, dari teman puri cantikku. Semoga kabar baik yang kuterima. Dijelaskan kalau siswa siaga, siap dilakukan evakuasi ke Semarang, bagaimana rencananya Sofi tante?

Kalau memang harus evakuasi demi keselamatan..., ya harus diikuti. Lalu kutulis balasan SMSnya, namun saat balasan belum selesai... ada keinginan membaca SMS satunya. Ternyata isinya mengabarkan lagi, “Karena kondisi dan jarak asrama masih termasuk dalam kondisi aman, maka evakuasi tidak jadi dilakukan. Tapi siswa tetap diminta untuk tetap siaga jika sewaktu-waktu evakuasi harus dilakukan siswa siap diberangkatkan”

Kembali jari ini menuliskan kalimat untuk membalasnya, namun belum sempat terselesaikan dering panggilan berbunyi. Segera kuangkat dan suara putri cantikku menyambut salamku.

Suaranya begitu tenang menjawab pertanyaanku. Padahal dadakku ini terasa sesak, namun suaraku tetap kupertahankan tenang, setenang mungkin, tak ingin membuatnya resah, walau air mataku sempat menggenang di ujung mataku. Cepat-cepat kukeringkan dan kutarik nafas dalam-dalam. Ingin kutatap wajahnya saat ini..., ingin kudekap dan menciumnya saat ini..., tapi tak kuasa.. tak bisa kulakukan.

Ya Allah... berikanlah kesabaran, kekuatan, kesehatan, ketegaran, ketabahan, keselamatan dan perlindungan terbaik untuk putri cantikku dan juga masyarakat sekitarnya. Cukuplah bencana ini sampai disini saja dan hentikanlah bencana ini, gantilah dengan kegembiraan ya Allah... Amin, YRA.

sewu siji..

Kamis, 04 November 2010

aku ga mau kamu marah..
aku ga mau kamu sedih ...
aku ga mau kamu benci..
aku ga mau kamu keqi..

seliran mu selalu ada di hatiku..
senyumanmu selalu ada di benak ku..
sekelibat bayangmu ada di hari hari ku..
setiap menit aku makin butuh dirimu..

karena aku yakin tak ada yang bisa menyamaimu..
sewu ..cuma siji ya dirimu..

sentuhan mu

ketika pagi..
kau sentuh aku..
ketika siang...
kau sentuh aku..
ketika malam...
aku pun berharap kau sentuh aku...

Tuhan...
sentuhaMu membuat aku tersadar..
akan rapuh dan kecilnya diriku..
Tuhan...
sentuhanMu membuat aku miris...
akan apa yg telah terjadi,
di sekelilingku..
di tanah airku..
di pelosok negeriku..

Tuhan....
tetap beri kami kekuatan..
karena tak layak bagi kami untuk terus hidup..
bila tanpa kasih sayang yang telah KAU ajarkan..

Tuhan...
maka sentuhlah kami dengan kelembutan MU
di tiap nafas ragaku...
sampai ajal menutup semua keinginanku..

 
♥KALAM IBU-IBU♥ - by Templates para novo blogger