orang surabaya bilang "yok opo sehhh?"

Rabu, 22 September 2010

Ini pesan privat dari putri cantikku


"Ma, berkas-berkas untuk universitas (akte) minta dicopy-in dong, dilegalisir.. yang banyak ya sama copy sertifikatku"


Hmm.., tak tanggung-tanggung, langsung kucopy-in 20 lembar aktenya. Gempor nih orang yang kasih tanda tangan di berkas legalisirnya. Maafkaaann, bukannya mau ngerjain.. tapi ini kulakukan karena satu alasan "dari pada mondar-mandir ke kantor dinas sosial dan bolak-balik mengirim yang butuh waktu 3 hari baru sampai, itupun belum tentu sampai ditangan putri cantikku pas 3 harinya.. bisa saja lewat karena minimnya komunikasi.


Dengan bekal satu map berisi 20 lembar copy akte dan akte aslinya, langsung kutancap gas menuju kantor dinas sosial dan sampailah aku. Waktu itu pukul 13.45. Saat kuparkir sempat kulihat pintu masuknya tertutup, hanya terbuka sedikit.


"Jangan-jangan dah tutup, yah dateng besok lagi deh"


Tapi kemudian kulihat ada tempelan kertas bertulis "buka". YES ! ternyata masih buka... nggak jadi balik lagi besok. Secepat kilat (ah lebay) aku menuju kantor dan membuka pintunya, "kok sepi?". Hanya kulihat 2 pegawai berseragam coklat menunduk sedang mengerjakan sesuatu. Tak jelas apa yang sedang dikerjakannya karena mereka duduk dibalik meja yang tingginya sedadaku. Kudekati salah satu pegawainya.


"Mbak.. kalau mau legalisir akte masih buka ya?"


"Masih bu"


Kuserahkan satu map berisi 20 lembar copy-an akte dan akte aslinya. Aku masih berdiri didepan meja yang tingginya sedadaku sedang pegawai itu membuka map yang kusodorkan. Melihat ada akte aslinya, map langsung ditutup lagi dan akan membawanya ke ruangan lain, tapi sejenak ada seorang laki-laki datang sehingga pegawai itu mengurungkan langkahnya dan segera berbalik mendekati laki-laki yang baru saja datang. Tak jelas apa yang dibicarakan, hanya kemudian pegawai itu bilang "Nanti balik lagi aja jam 3 pak" . Laki-laki itupun mengiyakan dan meninggalkan ruangan. Kemudian pegawai itu kembali bicara padaku.


"Bu, ini yang tanda tangan belum datang, gimana?"


"Terus.. kira-kira jam berapa mbak?"


"Biasanya sih jam 3 sudah ada bu"


Jam tiiigaaaa?? emang kantor buka siang jam berapa sih? kok jam 3 baru datang. Aaahhh, tidak boleh berprasangka buruk.. mungkin khusus hari ini saja datang jam 3 karena ada keperluan. Tapi kalau bilangnya biasanya jam 3 sudah ada... ow-ow... hayuuu siapa yang salah? pegawainya salah omong.. apa bapaknya yang bertugas tanda tangan korupsi waktu? yah..., aku hanya bisa pasrah.. emang kalau nggak pasrah mau apa? demo?


Kuputuskan menunggu saja diruang tunggu kantor dinas sosial ini. Saat ini sudah jam 2, yaaahh.. menunggu satu jam di ruang tunggu deh. Tidak apa-apalah dari pada bolak-balik.. sama-sama menghabiskan waktu hampir 1 jam. Duduk manis saja... dinikmati saja...


Saat menunggu, beberapa orang mulai berdatangan untuk mengurus keperluannya. Tapi dari yang kulihat tak satupun dari yang datang berniat sama sepertiku "tak ada yang akan melegalisir akte" jadi hanya aku nih yang mengurus legalisir akte, hanya aku yang menunggu seseorang yang akan menanda tangani copy-an akte putri cantikku. Hmmm...


Yang sangat tidak nyaman dalam ruangan ini adalah ruangannya jadi satu dengan pegawai yang sedang bekerja yang dilengkapi TV yang dinyalakan. Memang suaranya tidak keras tapi diruangan sebelahnya yang tak berpintu juga sedang disetel musik yang suaranya lebih kenceng dari TV dilengkapi suara printer jaman bahuela yang kreeeet.... kreeeet... suaranya memekakkan telinga.


30 menit berlalu... pegawai mulai berdatangan... ck ck ck... gini ya kalau mau maju... harus terlambat... (ahhhh...) apa dikantor pemerintahan yang lain keadaannya juga seperti ini?


Akhirnya... setelah lewat dari jam 3..


"Ada yang mengurus legalisir akte?"


Sontak aku berdiri dan mengiyakan, kudekati meja yang tingginya sedadaku. Seorang bapak kemudian menyerahkan map berwarna hijau "map-ku", syukurlah akhirnya selesai juga. Bapak itu kemudian membuka map dan mengeluarkan selembar kertas.


"Bu, ini aktenya bukan keluaran sini ya?"


"Iya pak, kan dulu memang ngurusnya bukan disini"


"Gini bu, aturan yang baru.. ibu harus ngisi surat pernyataan bermeterai"


"Disini ada dijual meterainya pak?"


"Nggak ada bu, ibu beli aja diluar nanti surat ini diisi dan kembali lagi kesini, Copy-annya dibawa aja dulu bu"


Cemuuutt.... cemuuutt.... kok ya ndak bilang dari tadi tow mbaaakkk... mbaakkk.... dari pada aku nunggu 1 jam lebih di ruangan ini, lha mbok iyo, bisa tak pake beli meterai tadi.... weeeessss weeessss gak maju-maju iki negoro


Harus keluar kantor.. mencari toko yang menjual meterai... balik lagi ke kantor.. tak cukup setengah jam...


Gini ini ya tetep kudu sabar yo?

Pembeli Adalah Raja, Apa Iya?

Senin, 20 September 2010

Oleh : Sri'ade' Mulyani


Toko itu sebenarnya cukup lengkap dibandingkan toko-toko lain yang ada di kota ini. Di toko itu tersedia bahan-bahan untuk membuat cake lengkap dengan assesoriesnya maupun dus untuk mengemasnya. Tokonya cukup besar dengan jumlah pelayan yang memadai. Sang Pemiliknya kulihat biasa berkeliling dalam toko sambil mengawasi para karyawannya melayani pembeli. Dengan demikian pelayanan kepada pembeli tentunya akan bertambah baik bukan? Hm, harusnya demikian. Tapi beberapa kali aku mengunjungi toko itu, selalu saja ada hal yang kurang memuaskan terjadi.

Salah satunya adalah ketika aku membutuhkan tepung coklat blackforest. Biasanya aku membeli 5 bungkus dengan harga Rp.10.000/bungkus. Sebenarnya aku ingin membeli lebih dari itu, tapi kulihat tanggal kadaluarsanya sudah dekat. Jadi aku memutuskan untuk membeli secukupnya saja sampai datang stock yang baru. Ketika bulan sudah berganti dan tepungku sudah habis, aku kembali ke toko tersebut. Namun di raknya tak kudapati tepung itu. Oh, ternyata stock yang baru belum datang. Dengan nada berharap aku bertanya pada pelayannya, "Kapan tepung yang baru akan datang?"
“Wah, nggak pasti Bu!” jawab pelayan.

Aku mengamati tumpukan plastik di sebuah dus. “Lha, itu kan tepungnya!” seruku gembira. Tapi sayang, yang tergeletak di situ adalah tepung yang sudah dekat tanggal kadaluarsanya. Tentu saja aku urung untuk membelinya. Dua hari kemudian, aku kembali ke toko tersebut bertanya tentang hal yang sama. Tepung sudah berganti kemasan dengan plastik yang berbeda tanpa tanda merek dan tanggal kadaluarsa. Kutanya pada pelayannya, apakah ini tepung yang baru? Ia mengangguk. Lalu aku membeli 2 bungkus dan membayarnya di Kasir. Kusodorkan uang Rp. 20.000,- ternyata aku masih mendapat kembalian Rp. 3.000,- Wah, tepung baru kok malah murah harganya ya? pikirku sambil pulang. Jangan-jangan.... ah, tak baik berburuk sangka. Beberapa hari setelah itu, aku kembali membeli barang serupa. Kali ini alhamdulillah, ada label dan ada tanggal kadaluarsa yang masih lama, dan tentu saja harganya sudah normal kembali Rp. 10.000,- Amaaannn, pikirku. Karena tak mungkin aku membuat kue pesanan orang dengan bahan yang kuragukan masa kadaluarsanya.

Di lain waktu, aku membeli beberapa keperluan menjelang lebaran.Mengamati harga-harga yang tertera di rak masing-masing yang kulihat cukup murah dibandingkan harga di toko lain, maka kuputuskan membeli dalam jumlah banyak. Namun sesampai di kasir ternyata harganya tidak sesuai dengan yang tertera di rak, betapa kuciwanya diriku. Kalau cuma selisih sedikit ya ndak apa-apa sih, tapi kalau selisihnya cukup banyak? Mana aku belinya nggak cuma satu lagi! Oh, noooo.... Sejak itu, aku tak percaya lagi pada harga yang tertera di rak ataupun di kemasan. Dan, aku membeli secukupnya saja, daripada nanti aku malu nggak bisa bayar selisih harganya hehehehe... mau ditaruh dimana mukaku?

Yang paling kuingat, duluuuuu.... pernah aku membeli beras di toko itu sambil mengamati televisi yang sedang menayangkan berita (kejadian ini sudah sangat lama, saat toko itu masih belum sebesar sekarang). Si empunya duduk di bagian kasir sambil menyimak berita kenaikan 9 bahan pokok. Saat aku membayar, serta merta harga beras yang kubeli dinaikkan sesuai berita di televisi. Aku hanya bisa menggeleng tak berdaya setengah nggak ikhlas melihat kelakuan si pemilik toko.

Hm, ternyata ketelitian memang harus dilakukan sebelum meninggalkan toko itu. Saat itu, manakala sang pemilik toko masih menggunakan mesin hitung sederhana aku membeli 1 kaleng susu bubuk (1000 gram) dan beberapa keperluan lain yang jumlahnya tidak banyak. Tapi kenapa harga yang kubayar 3 x lipat harga biasanya? Selidik punya selidik, ternyata di notanya tertulis 3 kaleng susu... alamak, untung protesku diterima dan sang pemilik memohon maaf atas keteledorannya.

Kurasa itu bukanlah sebuah kesengajaan. Mungkin nasibku saja yang selalu kurang mujur jika berbelanja di toko itu. Buktinya toko itu semakin hari semakin berkibar dan bertambah besar sampai seperti sekarang ini. Berarti pelanggannya banyak kan? Dan aku pun tetap saja berbelanja di toko itu membeli beberapa kebutuhanku. Tapi semua kejadian yang kualami itu membuatku selalu berhati-hati dan “teliti sebelum membeli” (jadi selalu ingat pesan sponsor TVRI jaman baheula).

Teliti, sudah. Hati-hati, sudah. Lalu, apalagi? Pelayanan! Hal satu ini yang sering membuatku harus bersabar. Berapa kali aku memerlukan kotak dari kardus maupun plastik mika untuk mengemas cake, selalu memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk mendapatkannya. Kadang pelayan yang satu menyerahkan pada pelayan yang lain, sementara pelayan yang diserahi tugas tidak mengerti apa yang kubutuhkan dan tidak tahu harganya. Hadeuhhhh.....!!! Mungkin pelayan baru ya? Sehingga seniornya dengan bebas menyuruhnya. Maunya sih aku carii sendiri kebutuhanku di tumpukan itu, tapi tumpukannya campur aduk mak! Ukurannya campur baur.

Mau cari kotak ukuran 30 cm, eh... tutupnya nggak ketemu. Begitupun sebaliknya. Dan parahnya lagi, si pelayan dengan cueknya menarik dan mengembalikan ke dalam rak secara acak barang yang tidak sesuai tanpa membereskannya sesuai ukuran. Wah, gimana nih? Apa nggak tambah susah milih nantinya? Apa nggak rusak barangnya diperlakukan seperti itu? Apa nggak rugi pemiliknya? Tapi dipikir-pikir sebenarnya apa peduliku ya? Toh itu bukan tokoku, dan akhirnya aku pun dapat juga kotak yang kubutuhkan, walau waktuku banyak terbuang hanya untuk menunggu si pelayan memilih dan mencari barang yang kumaksud. Sabar euy, hiburku dalam hati.

Terakhir, aku memerlukan kotak kue ukuran kecil 100 lembar. Mustinya kan tinggal ambil satu bungkus yang berisi 100 lembar ya... Tapi, karena bungkusnya sudah terbuka, si pelayan harus menghitung lagi. Aku harus menunggu lagi dengan sabar... capek deh! Begitu sampai di rumah, ternyata tutupnya kelebihan 4 lembar. Alhamdulillah lebih, coba kalau kurang... bisa-bisa keluar tanduk di kepala nih kalau musti bulak-balik ke sana lagi dalam waktu yang sempit. Wah, pantas saja sering tak lengkap tutupnya saat membeli, habis si pelayan ceroboh.

Apa aku tipe pembeli yang rewel? Kurasa tidak. Ini bukan keluhan (masa???), ini hanyalah kesan yang tertinggal setiap aku membeli di toko itu. Padahal, pepatah mengatakan “Pembeli adalah Raja”. Yaaaa... boro-boro. Aku tak ingin berlagak jadi raja, aku hanya ingin mendapatkan barang kebutuhanku dalam kondisi baik, serta pelayanan yang memuaskan. Kalau anda yang menjadi pemilik toko itu apa yang akan anda lakukan?



`~ade~ 20 September 2010

heeehhhh.....

Sabtu, 04 September 2010

Wah.. Rizqi nomplok, rizqi umroh gratis dari Bapak-Ibu untuk dua buah hatiku. Yes! harus cepat-cepat cari informasi ke sekolah dan kampus nih apa harinya tidak bentrok dengan jadwal ujian atau kegiatan lainnya. Pasalnya keberangkatan umroh direncanakan 10 hari menjelang lebaran yang artinya anak-anak baru masuk sekolah satu setengah bulan dari libur panjang kenaikan kelas. Biasanya waktu-waktu ini sedang banyak ulangan harian. Tapi mudah-mudahan saja jadwal keberangkatannya tidak mengganggu atau ulangannya sudah selesai. Yah... berharap saja.

Dan alhamdulillah surat ijin yang dikirim akhirnya mendapat jawaban "Diijinkan", surat-surat keperluan umrohpun juga sudah diurus, pasport sudah selesai dibuat, beberapa seragam juga sudah jadi, imunisasi miningitis sudah didapatkan. Benar-benar berangkat umroh kali ini. Mudah-mudahan semua lancar.

***

Suatu hari aku mendapat telpon dari salah satu adikku,

"Mbak, ini ada satu seragam lagi, nanti dipakainya pas berangkat. Dikirim apa mau kujahitkan aja mbak?"

Mengingat beberapa baju seragam yang sudah dikirim sebelumnya sudah cocok ukurannya waktu kujahitkan di penjahit langgananku, maka tanpa pikir panjang lagi kubilang "Dikirim saja" dari pada nanti repot cari ukuran lagi dan malah jadinya nggak pas. Kalau udah ada langganan gini kan gampang, tinggal naruh kain, pesan model atau ngambil contoh model di salah satu majalah, pakai ukuran lama, dah... beres, tinggal nunggu jadinya.

Hehehe... apa ya segampang itu? Sstt... Dalam keadaan normal memang iya. Tapi untuk saat ini, ternyata tak semudah menjawab "Dikirim saja nanti kujahitkan disini". Pasalnya jadwal pengiriman kain ternyata sudah hampir masuk bulan ramadhan dan bisa dipastikan kain seragam itu nantinya akan sampaii sudah masuk ramadhan. Hmm.. apa ya akan sempet menjahitnya ya meskipun bisa menjahit sendiri? atau aku akan buru-buru ke penjahit langganan dan berharap masih diterima kainku. Kebayang juga, penjahit dimana-mana saat ini pasti penuh pesanan, bahkan mungkin sudah tidak terima lagi jahitan karena semua orang butuh dan minta selesai cepat.

Persis! setelah sampai dirumah penjahit langganan yang biasa kupanggil "Budhe", budhe sudah tak terima lagi jahitan. Budhe sudah kewalahan dengan jahitannya yang sudah dua keranjang yang semuanya minta selesai sebelum lebaran. Apalagi saat ini budhe tak ada yang membantu menjahit, jadi semua dikerjakan sendiri dari motong, jahit sampai pasang kancing. Katanya sih yang paling repot kalau membutuhkan kain pelapisnya atau furingnya atau pernak-perniknya. Harus menunggu ponakannya pulang kerja dulu baru bisa minta tolong. Jadi budhe memang kewalahan meskipun budhe juga sedang panen. Wah, lebaran memang waktu panennya para penjahit baju. Tapi budhe... hiks.. hiks.. hiks.. Help me... budhe....

Merayu budhe? ya.. harus merayu budhe sampai dapet, sampai budhe menerima kain yang kusodorkan, sampai budhe bilang iya nak Eni, pokoknya sampai senyumku bisa melebar saking senangnya. Bagaimanapun caranya, dicoba terus, dirayu terus.. ayo budhe bilang iya.. bilang iya... ayo budhe.. terima kainku.. terima kainku.. aku butuh banget ini.. aku udah nggak sempet njahit sendiri.. ayo dong budhe... satu aja budhe..

Akhirnya...

"Mau dipakai kapan nak Eni?"

"Tanggal 29 Budhe, tapi aku berangkatnya 28, bisa ya budhe?"

"Tapi satu aja ya nak Eni, coba deh.. besok ya.. tak usahakan tanggal 25 an"

"Iya budhe, tanggal 25 aku telpon budhe ya.. mudah-mudahan udah jadi ya budhe"

"Ya... satu aja ya"

Senyumku benar-benar mengembang sekarang, plong rasanya. Budhe penjahit sudah janji dan biasanya ini ditepati. Walau meleset seharipun nggak masalah karena aku berangkat masih tanggal 28. Selesai sudah tugas ngerayu budhe penjahit langgananku yang hasilnya "berhasil... berhasil... berhasil... horreee!! berhasil... berhasil..." Hihihi... seperti "Dora" tokoh kartun di TV. Sekarang tinggal menunggu hasil jahitannya, kutunggu dua minggu lagi dan nanti akan kutelpon untuk mengingatkan menjadikan jahitanku.

***

Akhirnya dua minggupun berlalu, saatnya mengambil jahitan. Kali ini kutelpon budhe penjahit langgananku untuk memastikan apa jahitan sudah jadi. Alhamdulillah.. sudah selesai. Tapi ini sudah kemalaman, jadi sebaiknya kuambil besok saja. Lagi-lagi baju yang sudah dijanjikan sudah bisa diambil tak bisa kuambil keesokan harinya, hari terasa cepat berlalu, pekerjaan tak bisa ditinggalkan karena semua harus selesai hari ini. Akhirnya... jahitan baru bisa kuambil tanggal 27 sore, sekembali dari menjemput bungsuku kursus bahasa inggris. "Maaf budhe... baru bisa kuambil karena banyak kerjaan yang menumpuk harus diselesaikan dari hari kemarin".

Dan sekarang baju seragam untuk keberangkatan umroh sudah ditangan, setelah membayar ongkos jahit aku kembali ke mobil dan melaju pulang. Kini saatnya mengepak kopor, mengepak semua kuperluan selama cuti. Mudah-mudahan tak ada yang tertinggal.

"Perlengkapan umrohnya sudah semua ma?" kata suami mengingatkan.

Kulihat lagi kopor dan lemari pakaian. Sepertinya semua sudah kusimpan dikopor. Beberapa seragam dan pakaian sehari-hari selama umroh. Memang hanya itu yang diperlukan karena semua perlengkapan lain untuk umroh sudah disiapkan Ibu, dari mukena, kerudung, sampai peralatan mandi. Jadi semua sudah beres.

"Sudah" kataku setelah melihat tak ada lagi yang perlu dibawa.

***

Saat yang ditunggu-tunggu, saat lebaran, mudik ke kampung halaman, berharap bisa sungkem keorang tua dan bersilaturahmi ke famili. Dan yang jelas pulang cuti kali ini untuk mengantar Bapak, Ibu, dua buah hati dan dua keponakan berangkat umroh. Mudah-mudahan mereka diberi kemudahan dan kelancaran menjalankan ibadah wajib dan sunahnya, diberi kesehatan dan selalu dalam lindungan Allah, Amin.

Hari ini tanggal 28, tempat duduk dalam pesawat sudah penuh. Akupun duduk menempati deretan no 8, bersisian dengan bungsuku. Lafal doa tak henti-henti kupanjatkan, memohon keselamatan dan kelancaran perjalanan. Sabuk pengaman sudah terpasan dan kini mesin pesawat dihidupkan. Tapi "JRENG..!!!"

Baru kuingat, "Baju seragam untuk berangkatnya umroh ketinggalan di mobil" belum dikeluarkan sejak mengambil dari rumah Budhe penjahit langgananku. "TOENNGGGG...!! TOENNGG...!! TOENNGGGGGG...!!"

 
♥KALAM IBU-IBU♥ - by Templates para novo blogger