Harapan Mulia Seorang Muallaf

Selasa, 23 Februari 2010

Oleh : Lian Dewi Angelia

Laki-laki setengah tua itu sekarang hanya bisa terbaring lemah tanpa daya pasca operasi tulang punggung yang dilaluinya 2 minggu yang lalu. Entahlah sebenarnya apa penyakit yang dia derita, dokter-pun hanya mengatakan suatu kesimpulan yang tidak meyakinkan atas apa yang dideritanya. Sembari mulutnya berdzikir, pikirannya melayang pada kisah masa lalunya yang kelam, keburukan dan kemaksiatan yang mengiringi kehidupannya selama ini. Laki-laki tersebut bernama Liang, seorang keturunan tionghoa yang semasa kecilnya sudah begitu dekat dengan dunia mabuk-mabukan, berjudi, berkelahi, dan bermain wanita. Sesekali, dia menitikkan air mata yang tetesannya begitu hangat mengenai pipinya ketika mengingat semua itu.

Kini usia Liang tepat 50 tahun lebihnya 5 bulan. Dia pun teringat akan ramalan dari gundik ayahnya semasa dia masih duduk di bangku SMP dulu. Gundik wanita itu meramalkan 2 hal kepada ayahnya, yang pertama bahwa anak bungsunya yang bernama Lie akan menjadi orang yang kaya raya dan ramalan kedua bahwa anaknya yang bernama Liang diminta berhati-hati di usia 50. Ramalan pertama gundik itu nampak benar adanya karena Lie, adik bungsu Liang kini menjadi pengusaha besar yang telah melanglang buana hingga keluar negeri. Tapi bagaimana dengan ramalan yang kedua? Liang pun berpikir apa maksud dengan angka 50? Apakah dia akan mati di usia itu? Apakah dia akan mulai sakit-sakitan? Ataukah dia akan mulai tidak produktif lagi? Semua kemungkinan itu hanya Tuhan yang Maha Tahu. Yang jelas di usianya yang sekarang, dia sedang terbujur lemah dengan kelumpuhan dari pusar hingga kaki. Jangankan berdiri, untuk duduk dan merubah posisi tidur saja dia tidak mampu. Tambah lagi, pasca operasi bukan kesembuhan yang diperolehnya, tapi justru malah menambah rasa sakit di hampir seluruh tubuhnya dengan penyakit-penyakit baru.

Belum genap 3 tahun Liang memeluk agama Islam dan mulai menjalani kewajiban sebagai umat Islam. Saat itu, 1 Januari 2006 dia mendapatkan kecelakaan untuk yang kesekian kalinya akibat kebiasaan buruknya mabuk-mabukan. Kakinya mengalami cedera parah yang mengakibatkan dia harus operasi untuk yang ketiga kalinya setelah beberapa bulan sebelumnya kedua tangannya juga sudah pernah mengalami cedera dan mengharuskannya operasi karena penyebab yang sama. Kecelakaan terakhir itu membuatnya sadar dan bertaubat, akhirnya dia mengikuti nasehat istrinya yang keturunan Jawa untuk kembali pada jalan Tuhan. Itulah awal titik tolak Liang untuk mau belajar shalat.

Untuk pertama kalinya, tanggal 27 Februari 2006 Liang sholat dhuhur dengan diimami istrinya sambil duduk dengan perban di kakinya. Persiapan dari menghapal surat fatihah, doa pendek hingga bacaan sholat sudah dia lakukan beberapa minggu sebelumnya. Tulisan corat-coret istrinya pun dia siapkan di depan tempat dia bersujud untuk mengantisipasi lupa bacaan sholat.

Ketika sedang mengawali takbiratul iqram, tak disangka foto cucu pertamanya terjatuh dan pecah. Ada apa gerangan? Entahlah, tak ada angin yang menggoyangkannya, tak ada tikus yang menyenggolnya, dia dan istrinya hanya berpikir apakah ini firasat buruk? Biarlah, mereka tetap melanjutkan sholat dhuhur yang walau dilakukan berjamaah tetapi insyaAlloh pahala yang didapatkan adalah pahala untuk sholat munfaridsaja, karena tidak syah jamaah yang berimamkan wanita, walaupun hukum sholatnya sendiri adalah syah.

Keesokan harinya, saat itu tanggal 28 Februari 2006, Liang dan istrinya bergegas untuk menjalankan sholat dhuhur. Hari kedua Liang mulai menjalankan sholat tentu saja masih dipenuhi semangat yang luar biasa hebat. Namun, tak disangka kejadian sebelumnya terulang kembali. Kali ini, foto pernikahan anak pertama mereka terjatuh dah pecah hingga berkeping-keping di ruang tamu. Dua keanehan terjadi berturut-turut dalam 2 hari. Astaghfirullahal ‘adzim… Apakah ini adalah pesan dari Tuhan? Ataukah sesuatu akan terjadi pada anak pertamanya? Mereka hanya pasrah akan kuasa Tuhan terhadap diri mereka dan anak-anak mereka.

Hari setelahnya, tanggal 1 Maret 2006 mereka lalui dengan tanpa keanehan di rumah. Liang dan istrinya menjalankan keseharian secara normal. Hingga pada saat maghrib, telepon berdering dan kakak ipar Liang yang adalah kakak kandung istrinya menyampaikan pesan bahwa pigura foto Liang dan istrinya terjatuh dan pecah di rumah mertuanya. Ketakutan mereka semakin menjadi, tapi mereka berusaha untuk pasrah apapun yang terjadi.

Beberapa hari setelah ketiga kejadian aneh tersebut, suami istri itu berkonsultasi pada seorang ustadz. Pak ustadz hanya berpesan untuk menyerahkan semua kejadian itu hanya kepada Alloh, barangkali ada pihak-pihak yang kurang senang melihat Liang kembali ke jalan Tuhan, karena memang sebelumnya Liang memeluk aliran konghuchu yang membuatnya rajin menyalakan dupa di tiap sisi rumah dan di meja sembahyang di depan foto-foto leluhurnya. Sehingga barangkali saja makhluk-makhluk di dalam rumahnya merasa kurang nyaman atas perubahan Liang. Mendengar penjelasan pak Ustadz, kedua suami istri itu sedikit berlega walaupun masih ada kekhawatiran godaan selanjutnya. Karena di manapun manusia berada, godaan itu pasti ada.

Sesaat, istrinya tiba-tiba masuk kamar dan membuyarkan lamunan Liang, dan Liang pun mengusap air matanya. Istrinya tak henti-hentinya memberikan semangat kehidupan untuk Liang. Dengan tegar istrinya selalu mendampingi dan menasehati dengan sabar di kala dahulu Liang masih suka mabuk-mabukan, hingga kini dia terkulai lemas tak berdaya, sungguh wanita sholihah benar istri Liang itu. Ketika sedang berdua, Liang selalu berpesan kepada istrinya bahwa kelak bila Liang telah tiada, dia berharap kedua anaknya bisa tetap melanjutkan kuliah.

Liang mempunyai dua anak yang sudah mentas dan dua anak kembar yang masih kuliah. Beberapa bulan sebelum dia jatuh sakit, dia mempunyai keinginan untuk naik haji. Sehingga dia dan istrinya mendaftarkan tabungan haji di salah satu Bank milik negara. Namun, dia belum mendapatkan jatah kursi sebelum minimal tabungannya mencapai 20 juta. Alhamdulillah anaknya mau membantu untuk tabungan hajinya bahkan membayari penuh haji Liang dan istrinya tersebut, sehingga pada bulan itu juga dia dan istrinya sudah bisa mendapatkan jatah kursi, walaupun keberangkatannya masih di tahun 2012.
Terkadang dia bergumam kepada istrinya, apakah penyakit yang dia derita sekarang ini adalah upaya pembersihan dari Tuhan terhadap jiwanya untuk persiapan ketika dia akan berhaji nanti, supaya ketika di Mekah nanti, dirinya sudah bersih dari dosa dunia. Pikiran positif Liang itu begitu melekat kuat, karena keinginannya yang hebat untuk berkunjung ke tanah Mekkah. Setiap ada orang yang membesuknya, Liang selalu mengatakan empat cita-citanya yang berakhiran -AH, yaitu : Bisa melihat kembar anak bungsunya selesai kuliah, bisa menunggui hingga mereka berdua menikah, bisa berangkat ke Mekkah, dan meninggal dengan khusnul khatimah.

Namun, kenyataan mengatakan lain, 1 bulan setelah operasi tulang punggungnya yang dia lakukan, dia pun meregang nyawa dengan ucapan Alloh di bibirnya. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, sesungguhnya semua yang berasal dari Alloh akan berpulang juga kepada-Nya. Semoga Alloh Azza wa Jalla mengampuni segala dosa-dosanya dan menerima segala amal ibadahnya, mengangkat derajatnya dan memasukkannya dalam golongan orang-orang yang beruntung. Amiin

Bontang, 23 February 2010

Wanita Tanpa Huruf W

Aku adalah Sisil, wanita biasa yang sudah menikah beberapa tahun lalu dan kini usiaku sudah hampir seperempat abad. Dulu aku mantan siswa di SMP sederhana tak terlalu populer di kota Jogjakarta, sebut saja SMP "Atap Langit".

Teringat akan kenangan masa SMP ku dimana kami berteman bergeng-geng berdasarkan strata kemewahan dan kekayaan. Aku termasuk dalam kawanan geng anak yang tidak berpunya. Termasuk di situ ada Wastika, Beta dan Nanang.

Nanang adalah sosok laki-laki mungil dan imut yang mempunyai lagak layaknya perempuan, baik dari lambaian tangan, cara berbicara hingga cara menulisnya. Kasihan benar kehidupannya apalagi kalau mendengar langsung curhatnya mengenai keluarganya yang amburadul di mana ayahnya pergi entah ke mana dan ibunya pergi merantau menjadi buruh rumah tangga sehingga dia dan kakak perempuannya sejak kecil sudah dirawat oleh kakek neneknya yang kurang mampu.

Nanang memang lebih suka bergaul dengan kami yang perempuan ini. Kejadian itu berawal ketika buku harian Nanang tanpa sengaja dibaca oleh Beta, yang ketika membacanya Beta kaget dan tanpa sadar berteriak, sontak kawan-kawan di sekitar kami berasa ingin tahu juga. Semenjak itu kawan-kawan kami yang laki-laki mengetahui bahwa Nanang naksir dengan teman pria kami yang bernama Aan, seorang kawan sekelas kami yang memang wajahnya cukup rupawan dan baik hati. Kenyataan memalukan yang tak biasa itu membuat Nanang dijauhi kawan laki-laki di kelas. Akhirnya Nanang pun menangis karena kawan-kawan mempermalukannya, tapi memang mau bagaimana lagi semua itu tidak bisa dicegah lagi.

Nanang memang termasuk anak SMP yang lugu. Pernah satu waktu dia bercerita pada kami yang perempuan ini, kalau dirinya sudah akhil baligh dengan dia mendapatkan mimpi basah. Hal seperti itupun dia ceritakan kepada kawan-kawan perempuan kami, sehingga ada yang bertanya bagaimanakah perasaannya. Dia bercerita panjang lebar bahwa dia sedang bercinta dengan seorang laki-laki dan merasa senang. Pada saat itu, karena kami memang belum memahami, kami hanya tertawa-tawa cekikikan sambil mengejek Nanang.

Masa SMP pun berlalu dan kami tenggelam dalam kesibukan masing-masing di masa SMA. Tak banyak yang kutahu tentang kawan-kawanku SMP kecuali hanya tempat SMA mereka sekarang. Kudengar Nanang diterima di SMK Negeri jurusan Pariwisata. Entahlah bagaimana keadaannya, apakah dia masih berlagak seperti perempuan ataukah sudah benar-benar menjadi laki-laki yang jantan. Aaah, semoga dia sudah menemukan dunia kelaki-lakiannya sehingga tidak menjadi bahan cercaan kawan-kawan seperti di masa SMP dulu, harapku.


******

Sepuluh tahun sudah tak kuketahui kabar kawan-kawan SMP-ku kecuali hanya Wastika yang rajin berkirim pesan lewat sms kepadaku, minimal sebulan sekali walau hanya untuk bertanya kabar. Kini kami sudah tumbuh menjadi manusia dewasa yang lebih bertanggung jawab karena masing-masing dari kami sudah mempunyai pekerjaan. Ada yang lulus SMA langsung kerja dan ada juga yang setelah menyelesaikan kuliah baru mendapat pekerjaan. Tiba waktuku untuk datang mengunjungi kampung halamanku, di mana harapanku untuk berjumpa kawan lama pun bersemi. Kukabari Wastika akan hari kedatanganku, hingga Wastika pun berusaha untuk menghubungi kawan-kawan dekat kami untuk sekedar reuni di rumah orang tuaku.

Saat itu siang hari yang terik, jalan aspal depan rumahku pun memamerken fatamorgana-nya ketika kulihat jauh dari tempat aku duduk di dalam rumahku. Kudengar ada suara motor berhenti di depan rumahku yang ternyata adalah kedatangan Wastika dan Beta. Kami pun bercipika cipiki lalu mengobrol dengan asyik sekali.

Tak lama kami mengobrol, datanglah sosok cantik berambut pirang mengenakan jaket bulu dengan rok seksi bermotif kulit harimau. Teringat akan video klip lagunya NAIF di mana ada wanita berlari mengenakan syal bulu, yang lagunya kurang lebih demikian “Mengapa… aku begini… Jangan kau… mempertanyakan..”. Namun, ingatan itu mulai buyar tatkala tiba-tiba sosok itu memasuki rumahku, kupikir dia adalah pasien bapakku yang hendak memeriksakan giginya.

Tiba-tiba terdengar suara “Spadaaaa everybody…………..”

Spontan kami kaget karena suara yang ada bukanlah seperti wanita pada umumnya, melainkan agak sedikit serak seperti laki-laki. Ooooh, ternyata Nanang mungil nan imut telah bermetamorfosis menjadi wanita dewasa yang sungguh tak pernah kusangka sedikitpun, karena Wastika dan Beta pun tidak banyak bercerita tentang Nanang.

Dengan masih agak gelagapan, aku pun diajaknya bersalaman. Antara hendak bersentuhan atau tidak, aku teringin menolak jabatan tangannya karena aku sadar dia adalah laki-laki, tapi mataku serasa terhipnotis akan sosok ke-wanita-annya sehingga tanpa sadar kusambut saja jabatan tangannya. Ooh semoga aku dimaafkan Alloh atas kelalaianku bersentuhan dengan laki-laki bukan mahromku.

Akhirnya kami berempat duduk di kursi kami masing-masing, dan mulailah Nanang dengan banyolan khas ke-wanita-annya membercandai kami semua.

“Hey Beta dan Wastika, kapan tuh kamu nyusul Sisil nikah???” kata Nanang mengejek Beta dan Wastika.

“Ga pengen tuh beranak pinak kayak Sisil? Kalo aku mah belum ada om-om yang serius ngajakin nikah sih..” tambah Nanang bercerita tentang dirinya.

“Haaah, om-om??? Ga salah tuh Nang??” tanyaku keheranan.

“Hahahaha enggak lah becanda doang Sil, aku jelek2 gini adalah wanita suci nan bersih setia dan tidak sombong lho. Kagak pernah jual diri bow kayak waria pada umumnya. Prinsipku sih kerja halal...” ungkap Nanang dengan gaya yang meyakinkan.

“Ohhh syukurlah klo gitu” tuturku penuh kelegaan.

Aku pun mulai agak kikuk memanggilnya Nanang, hingga kuejek dia dengan sebutan Nining. Cerita demi cerita dia ungkapkan kepada kami, hingga tanpa sadar nampaknya dialah sang lakon utama dan kami hanya pendengar setia bahkan nampak sekali bahwa kami ini adalah figuran. Dia bercerita dari bagaimana dia shalat menggunakan mukena, lalu berpacaran dengan bergonta-ganti laki-laki karena nggak ada yang setia katanya, hingga bercerita mengenai keluarganya yang bisa menerima keadaannya sekarang ini.

Sampai pada suatu titik cerita, aku, Wastika dan Beta sudah terbiasa menggunakan panggilan Nining hingga berpuluh-puluh kali. Barangkali Nanang mulai bosan dengan panggilan itu, akhirnya baru dia mengeluarkan complaint tentang panggilan tersebut.

“Bosen ah, kalian manggil-manggil aku Nining mulu sih?” keluh Nanang dengan manjanya kepada kami.
Kami pun cekikikan lalu Beta menimpali “Laah ya musti dipanggil apa nih, gaya udah cewek gitu masak dipanggil Nanang.

“Tau ga Nang, di film Upin & Ipin aja ada tuh laki-laki kemayu kayak kamu yang namanya Bang Shaleh aja minta dipanggil Sally, hahahaha….” Celetuk Wastika menambah riuh suasana siang itu.

“Ya tapi jangan Nining doong, aku khan punya nama perempuan yang lebih bagus” jelas Nanang.
Kami pun hanya saling berpandangan dengan mulut kami yang menganga karena keheranan.

“Trus sapa nama perempuan kamu?” tanyaku memecahkan kebisuan itu.
Dengan agak malu-malu Nanang menjawab “Namaku tuh Anita Lowi”.

“Haaaa Anita Lowi…….???” Kami bertiga serentak mengucapkan kata yang sama.

Setelah pengakuannya mempunyai nama perempuan itu, dia juga mengaku mempunyai KTP dengan status kelamin perempuan. Kami semua tambah heran dibuatnya, tapi memang sebenarnya bukan hal yang mustahil juga mengingat administrasi di kelurahan dan kecamatan bisa dilakukan secara mudah dan cepat dengan sedikit uang pelicin. Akhirnya dia meminta kami untuk memanggilnya Anita atau Nita pendeknya. Kami pun semakin cekikikan dibuatnya.

Hari menjelang sore, kami pun masih asyik mengobrol. Tapi rasa penasaran kami pun masih berkecamuk tentang asal nama Nanang mendapatkan nama baru tersebut. Karena melihat kami penasaran, akhirnya dia pun berkisah arti dari namanya itu.

“Anita itu adalah dari kata Wanita tanpa huruf W” kata Nanang dengan nada agak serius.
Mendengar hal tersebut, kami hanya melongo, dia pun melanjutkan penjelasannya“Nah, kalau Lowi itu berasal dari singkatan sih sebenarnya”.

“Singkataaaaaan??? Singkatan apaaan???” desak Beta penuh penasaran.

“Lanang Ora Wedok Iyo”, celetuk Nanang.

Spontan kami yang mendengarnya tertawa terbahak-bahak hingga perut kami keras dibuatnya.Kupikir Lowi itu adalah nama marga dari suatu daerah Medan, Papua atau Sulawesi. Ternyata suatu singkatan penuh makna untuk seorang yang telah pindah status kelaminnya.

Akhirnya pertemuan kami itu berakhir dengan suatu cerita baru mengenai kawan lama yang bermetamorfosis menjadi LOWI. Di balik canda dan tawa itu, aku berpikir sejenak mengevaluasi tentang kejadian tersebut. Patutlah kita senantiasa berlindung kepada Alloh dari segala keburukan dunia. Kasihan betul kawan lamaku itu, semoga satu saat nanti ada secercah cahaya untuk dia berubah dalam keadaan yang lebih baik. Semoga Alloh senantiasa memberikan kita dan anak turun kita suatu kebaikan dan hidayah, menjauhkan kita dari segala keburukan, syubhat dunia, kemaksiatan dan hawa nafsu, menancapkan hati kita semata-mata hanya untuk Alloh, Tuhan semesta alam. Amin

-TAMAT

Bontang, 22 February 2010

 
♥KALAM IBU-IBU♥ - by Templates para novo blogger