Kamis, 01 Juli 2010
Oleh : Maria Olfa
Bundaku adalah seorang perempuan tangguh yang tak pernah lelah mengasuh dan membesarkan kami kelima anaknya. Mama, begitulah bisanya aku menyebut bunda, beliau adalah anak pertama dari sepuluh bersaudara, lahir dan besar di Kota Baru, Kalimantan selatan. Masa kecil bunda dilalui dengan riang dan gembira karena konon hidupnya bak putri raja yang kebutuhannya selalu terpenuhi, maklum cucu kesayangan juragan kampung yang memiliki berhektar-hektar tanah dan kerajaan kecil di Kalimantan Selatan. Tapi, itu tidak menjadikan bunda cucu yang sombong bahkan manja dan pemalas, bunda dididik sangat keras oleh nenek, “ nggak ada yang gratis di dunia ini, semua yang kita dapat itu karena usaha, jadi kalau kamu mau sesuatu, kamu juga harus usaha” begitu petuah nenek yang juga dipetuahkan oleh kakek buyut, wasiat turun temurun. No wonder kakek bisa mendapatkan segalanya termasuk mempunyai istri lebih dari satu he he. alkisah kakek adalah bangsawan dan pedagang terkenal di jaman itu, siapa yang tidak kenal dengan Sulaiman, namanya saja seperti raja dan nabi sulaiman, keberuntungannya pun juga menyerupai kakek buyut. tapi beliau tetap panutan masyarakat yang bersahaja, rendah hati dan tidak sombong bahkan kakek buyut tidak pernah tahu jumlah kekayaannya, beliau hanya tahu bekerja dan mendapatkan sesuatu dari hasil keringatnya, tanpa beliau sadari harta kekayaannya bisa saja menghidupi 7 turunan, he he, konon katanya begitu.
Bunda dibesarkan oleh kakek, jadi watak keras dan jiwa pekerja kerasnya, bunda pelajari dan aplikasikan. Bunda tidak pernah minta uang saku ke kakek buyut kalau bunda mau sekolah, tapi bunda menjual hasil kebun kakek, Bunda membawa anak-anak cowok disekolahnya, dan menitahkan mereka untuk memanjat kelapa sawit atau aren atau apapun yang ada di kebun itu, lalu membawanya ke pasar dan menjualnya, lalu hasil penjualan dia bagi rata 50;50, 50 persen untuk bunda seorang, karena bunda si empunya barang, dan 50 persennya untuk kelima temannya. entah kakek tahu atau tidak mengenai business terselubung bunda, (wah bunda sudah tahu korupsi di jaman itu, he he)
Dengan latar agama yang cukup religi, kakek buyut mendidik semua anaknya dengan fondasi agama yang sangat kuat, pun nenek mengajarkan bunda demikian, bisa dikatakan bahwa keluaga kami adalah keluarga beragama yang sangat religious.
Saat bunda berusia remaja, 15 tahun, bunda sudah tamat dari sekolah PGA (pendidikan guru agama), bunda harus ikut serta nenek dan kakek merantau ke Kalimantan Timur, kakek buyut telah meninggal, dan meninggalkan wasiatnya sebagian untuk disumbangkan, sebagian lagi untuk ke enam anaknya. Kakek, suami nenek, tidak pandai berdagang, berkali-kali usahanya selalu gagal dan tidak mendapatkan keuntungan tapi kerugian, buntut punya buntut selalu gulung tikar, yang terakhir kakek coba adalah berdagang kain dan tekstil, again and again kembali gagal, uang wasiat dan harta perhiasan bagian nenek dari kakek buyut, tak urung jadi santapan modal dagang kakek yang tidak pernah balik keasalnya, kalung emas dan mata kalung berlian bermata hijau saja yang tersisa.
Petualangan kakek nenek dan bunda, diawali pada saat sesudah kemerdekaan. kata kakek itu adalah jaman gerombolan, kakek dan nenek berlayar hingga ke Kalimantan Timur dengan membawa sekarung uang, berhari-hari bahkan berminggu-minggu waktu yang dihabiskan di lautan, sehingga tidak tahu perkembangan saat itu, Negara kita lagi terpuruk dan benar- benar kritis apalagi bidang perekonomian saat itu, nilai rupiah jatuh drastis, nilai seribu menjadi satu rupiah.
Setelah mendekati daratan, kakek mendengar kabar tentang jatuhnya nilai rupiah, pada saat itu kakek begitu kesal dan bertindak bodoh, beliau membuang semua uang yang dibawa dalam karung dan dihemparkan ke lautan. Fyuh…alhasil kakek dan nenek beserta bunda dan kedua adik bunda yang masing-masing berusia 5 dan 2 tahun jadi terlunta-lunta di kota orang.
Dengan berbekal kegigihan dan kemantapan merantau ke kota lain dengan maksud untuk mengubah nasip, mereka dapat juga bertahan di Balikpapan, Kalimantan Timur. yah karena mereka orang baik, nasip merekapun selalu baik, mereka bertemu dengan keluarga baik hati perantau dari Sulawesi Selatan. Mereka tinggal di tempat orang Sulawesi itu. Bunda ikut membantu kakek nenek, kerja sebagai buruh jahit untuk perusahaan tekstil, bekerja di pasar, mengupas bawang merah-putih, dan dibayar perhari setelah pekerjaan selesai, dan bantu-bantu jadi asisten chef alias koki yang punya warung kecil-kecilan. Yah lumayan, bayaran harian yang dikumpul bunda bisa menghidupi mereka sekeluarga dengan kemandirian.
***
3 tahun berlalu bunda telah berusia matang 18 tahun, di jaman itu sangat langka melihat perempuan yang belum menikah di usia demikian, kakek nenek akhirnya memutuskan bunda untuk menikah, karena takut dibilang perawan tua. Saat itu bunda banyak pertimbangan, karena katanya bunda masih memikirkan teman kecilnya dulu, si cinta monyet yang dibelakang hari sukses jadi tukang minyak di salah satu perusahaan minyak terkemuka di Indonesia.
Bunda dinikahkan ( masih trend siti Nurbaya nih) dengan seorang guru ngaji yang Cuma lulusan SR alias sekolah rakyat, mungkin sebanding dengan SD saat ini, tapi berbasik dengan agama yang kuat, dan bunda juga patuh terhadap kakek nenek, pernikahanpun terlaksana.
Abah ( panggilan kami untuk seoarng bapak), suami bunda adalah keturunun Sulawesi Selatan, abah dan ibunya konon melarikan dari himpitan gerombolan dan berlayar ke Kalimantan Timur, Ayah abah terbunuh saat itu. Hingga ketakutan Nenek (ibu Abah) semakin memuncak dan bermodalkan kekuatan membawa abah yang saat itu baru berusia 8 tahun dan adik abah yang berusia 4 tahunan ke kapal layar dan berlayar dengan membawa selembar kain di badan saja. Padahal konon, Nenek adalah keturunan bangsawan yang disegani di Sulawesi Selatan, Gelar kebangsawananpun dibuang begitu tiba di Balikpapan, Daun Lontar silsilah keturunan dan saksi sejarah dititipkan ke paman yang merantau ke Pulau Jawa. Nenek hidup dengan sangat sederhana menghidupi ke dua anaknya dengan berdagang kopi. Kulit nenek yang putih bersih dan terawat dalam sekian tahun hanya meninggalkan pekat dan noda hitam akibat kopi yang jadi teman hidup nenek saat itu. Nenek berhubungan baik dengan Keluarga dari Sulawesi yang membantu kakek nenek dari bunda waktu tiba di Balikpapan. Yah jodoh memang tidak kemana-mana. Begitulah awal perjodohan di mulai.
***
Menikah, bukanlah solusi untuk keluar dari masalah himpitan ekonomi, itu juga tidak menghentikan serpak terjang bunda yang gigih, tetap saja bunda mengais rejeki membiayai kelima orang anaknya sendiri dan kesembilan adiknya, wah hebat bukan, yah abah memang hanya seorang guru ngaji yang bekerja tanpa pamrih dan mendapat rejeki jika ada yang menyumbang atau berzakat ke rumah, abah sempat bekerja jadi buruh lilin dan buruh minyak dan mau dipegawaikan saat itu, tapi abah menderita sakit kuning akut dan hampir merenggut nyawanya. Jadilah abah seorang hamba sahaya, guru ngaji, imam masjid dan hingga anak bunda yang ke lima, adik saya lahir, barulah abah benar-benar bisa mendapatkan penghasilan layak bukan dari hasil kasihan orang-orang tapi dengan menjadi seorang penghulu, kurang lebih 25 tahun abah berkiprah di Pengadilan Agama sebagai pegawai yang membantu pemerintah tanpa status pegawai, karena hanya sebagai pegawai swasta saja. Nasip nasip, tidak ada duit pensiun di masa berakhirnya kontrak abah dengan KUA L
Walau demikian abah dan bunda hidup dengan keharmonisan, kami tidak pernah terlunta-lunta dan hidup dalam kemelaratan, kami pun di sekolahkan hingga perguruan tinggi. Berbagai macam usaha yang digeluti bunda untuk membantu abah sebagai kepala keluarga dari buka usaha rumah makan hingga salon kecantikan, Alhamdulillah hasil kerja keras bunda selain dapat menghidupi kesembilan saudara dan 5 anaknya, cukup pula membeli sebuah rumah sederhana yang letaknya dekat dengan pantai, dan sebuah rumah sederhana lagi terbuat dari kayu dan berada di atas laut. Bertahun-tahun kami hidup di sana, jadi kami sudah tidak asing lagi dengan hawa laut, tapi anehnya saya tidak bisa berenang dan tidak suka makan ikan laut, menciumnya saja bisa membuat kepalaku pusing dan mabuk.
***
Perjuangan dan ketangguhan bunda, sebagai wanita pekerja keras akhirnya terhenti di usia bunda 43 tahun, kurang lebih 15 tahun lalu, bunda terserang tumor ganas, awalnya sih hanya penyakit wanita biasa saja, berawal dari keputihan lalu menjadi butir-butir kecil seperti pasir di dinding rahim dan kemudian di diagnose sebagai tumor jinak, berbagai pengobatan alternatif dijalani oleh bunda, tapi tidak menghentikan rasa perih dan sakit yang luar biasa di setiap malamnya, bunda tidak pernah mengeluh malah dia selalu tersenyum dan memancarkan wajah berbinar setiap pagi dan melakukan aktifitas setiap hari. Dia tidak kenal lelah dan cinta sekali bekerja, tangannya tidak pernah berhenti bergerak, kakipun tidak pernah diam di tempat. Berbalik dari sejarah keluarga bunda yang tidak lama bertahan hidup setelah operasi, terkecuali nenek yang bisa bertahan hidup 15 tahun setelah 2 kali operasi tumor di perutnya, bunda memutuskan untuk tidak menjalani operasi pengangkatan tumor yang saat itu sudah stadium 4 dan ada kemungkinan menjadi kanker dan hanya bisa bertahan dalam 4 atau 5 tahun lagi.
Bunda lebih mengikhlaskan diri dan tawakkal pada keputusan ilahi robbi, dengan melakukan usaha selain operasi secara conventional dan modern, dari operasi gaib, mendatangkan kyai hingga minum jamu-jamu herbal, Alhamdulillah, itu tidak menyembuhkan tapi paling tidak mengurangi rasa sakit.
Setelah 5 tahun terlalui dari vonis kematian sang dokter kandungan, bunda kini tampak bugar, tidak pernah lagi terjaga setiap malam dan menangis menahan sakit di saat yang lain tertidur pulas dan terkapar, saya pernah menjadi saksi kesakitannya, tapi ku tak bisa bergerak dan tidak tahu harus bagaimana, bunda memang tegar, dia berusaha untuk tampil kekar, meskipun badannya tidak lagi bugar dan segar, bunda tidak ingin melihat kami khawatir, memang benar kami bahkan tidak bisa berfikir bagaimana meringankan sakitnya, ujian ilahi robbi untuk bunda benar-benar luar biasa, ujian ini dapat dilalui dengan bunda hingga sekarang, dia tidak pernah mengeluh sakit di sekitar perutnya, sudah lama penyakit itu tidak kambuh, tapi karena usia yang tidak lagi muda, dan efek dari tidak diangkatnya tumor itu, mengakibatkan penyempitan di beberapa bagian tubuh, sering kali ia terlihat menahan sesak nafas, kakinya gemetar dan tidak kuat lagi berdiri, sakit punggung, pinggang, tangan, bahkan jari-jarinya acap kali menjadi kaku, pernafasannyapun terkadang tertahan.
Bunda, kami berterima kasih atas didikan ketangguhan dan arti wanita sesungguhnya, wanita itu tangguh lebih tangguh dari pria, wanita itu juga jauh lebih tegar dari pria, wanita juga jauh lebih mulia, Now i know mengapa dalam satu riwayat dikatakan ibu adalah lebih mulia dai ayah, 3 dibandingkan satu, memang benar adanya, syurga itu ada di telapak kaki ibu, karena menjadi ibu itu adalah pekerjaan yang tidak mudah, jadi berbanggalah wahai kau kaum ibu, derajatmu, harkatmu bahkan martabatmu insya allah akan terangkat karena keikhlasan dan kemulianmu. I luv u Bunda, and that’s the way I Love my child later.
***
”Al-Ummu madrasatun idza a’dadtaha ‘adadta sya’ban tayyibul ‘araq” maknanya “seorang ibu adalah sebuah sekolah. Jika engkau persiapkan dia dengan baik maka sungguh engkau telah mempersiapkan sebuah generasi yang unggul”.
0 komentar:
Posting Komentar