Senin, 05 Juli 2010
Punya tetangga ayam? Wow, salah! maksudnya tetangga yang miara ayam. Terus piaraannya dibiarkan berkeliaran dari pagi sampai sore. Duh, kelakuan siayam bikin gemes, jengkel, nggonduk, pengen ngamuk, marah dan segala perasaan campur aduk. Mau marah sama ayamnya? weih gimana caranya?
Pernah punya cerita nih tentang tetangga yang miara ayam, nggak tanggung-tanggung miaranya. Ada 15 ekor ayam dewasa (hohoho seperti manusia saja, anak-anak, remaja, dewasa, tua), maksudnya ayam yang siap bertelur. Ke 15 ayam ini dilepas dari pagi sampai sore. Kebayang kan tingkah polah ayam-ayam yang tak belajar bagaimana cara bersopan santun datang ke rumah orang, bagaimana cara pup yang benar, bagaimana cara mencari makan yang benar?
Hampir setiap hari nyiram sekeliling pelataran rumah tuk bersihin pupnya kalau nggak mau tahu-tahu sandal atau kaki “clepreeet” nginjak pupnya, taneman yang baru disemai tak selamat, kebun jadi tak indah lagi karena tanahnya berantakan dikais 15 ayam, cat mobil jadi tergores kena kukunya yang tajam. Nggonduknyaaaa selangit.
Padahal sudah ada peraturan kalau tidak boleh miara binatang, selain mengganggu lingkungan dikhawatirkan juga merangsang datangnya binatang lain dilingkungan ini, seperti ular, biawak. Maklum saja disekitar perumahan sengaja dibuat hutan untuk mengurangi pencemaran udara. Tapi ya tetep saja masih ada yang miara.
Satu siang kulihat satu ayam nangkring dipot anggrekku. Wooo! langsung deh habis kesabaran selama ini, mata melotot, dahi mengkerut dan darah mendidih sampai ke ubun-ubun. Anggrek yang sudah digadang-gadang, butuh bertahun-tahun membesarkannya dan sekarang sedang berbunga kok dinaiki ayam. Jari-jari akhirnya bekerja. Kuputar no telponnya dan setelah bersapa kusampaikan maksudku.
“Ibu, maaf ya. Minta tolong ayam-ayamnya dikandangin karena sangat mengganggu saya, saat ini saja ayamnya di anggrek saya, bunga-bunga saya bisa patah bu.
“waduh bu, maaf ya. Tapi nggak bisa sekarang, paling nanti sore ayam-ayam ngumpul baru bisa saya kandangin”
Syukur deh kalau mau dikasih tahu. Dan mudah-mudahan besok akan baik-baik saja.
Akhirnya sehari berjalan dengan ketenangan, tak ada gangguan dari ke 15 ayam. Pelataran tak ada lagi hiasan "pup" berceceran, kebun tak berantakan lagi, mobil tak bertambah goresan dan anggrekku tak patah terinjak ayam-ayam. Amaaann!!
Paginya lagi, ternyat a cukup sehari saja rasa nyaman itu. Ayam-ayam kembali dikeluarkan dari kandangnya. Mau telpon lagi? nggak mungkinlah, bisa berantem nanti. Jadi ya memendam rasa saja, kusabar-sabarkan.
Satu siang lagi, ketika membuka pintu dan kumasuk diruang seterika. Dipojok ruang duduk manis seekor ayam dalam kardus. Yah, ayam mulai berani masuk rumah. Kuusir ayam tapi tetap saja tak mau bergerak dari duduknya yang akhirnya ketahuan sang ayam ternyata sedang mengerami telornya didalam rumahku. Hik hik hik... jari ini kembali memutar telepon ke tetangga.
“Ibu, tolong ayamnya ada di dalam rumah saya dan sekarang sedang bertelor. Bisa diambil ya?”
“Bu, kalau mau ambil saja telornya, nggak apa-apa kok”
Gubrak ! ini gimana sih? aku yang salah apa dia yang nggak ngeh dengan bahasaku? Ibu.... kalau cuma telor aja ya bisalah beli sepiring, nggak perlu ngambil dari ayam. Yang kumaksud itu “cepetan bu ambil ayamnya dan dikandangkaaaan!!!!!”
0 komentar:
Posting Komentar