Selasa, 05 Mei 2009
Oleh : Christiana Ishak
Kata "Ibu" mengingatkan kita kepada sosok perempuan, dengan paras yang lembut, tutur kata yang halus ketika merawat anak2nya dan pemberi semangat ketika anak2nya merasa lemah. Saya rasa hampir semua kita memiliki pemikiran dan gambaran yang sama ketika berbicara mengenai 'seorang ibu'. Apalagi setelah kita mempunyai anak, terasa sekali betapa kasih sayang seorang ibu dapat mengantarkan anak2nya ke jenjang pintu sukses.
Ada kalimat yang menyatakan "Dibelakang suksesnya seorang laki2, ada 2 wanita yang mendukungnya yaitu istri dan ibunya". Saya sependapat dengan kalimat ini, seorang ibu bisa menjadikan anaknya menjadi orang baik atau orang jahat. Bayangkan kalau seorang anak dididik oleh ibu yang bertipikal pemarah, kasar, temperamental (komplit sudah naluri premannya) maka bisa ditebak akan jadi siapa anaknya kelak. Atau ibu yang baik hati, soleh, sabar, pintar akan menghasilkan anak yang baik pula.
"Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah", pribahasa yang kita temukan sewaktu pelajaran bahasa Indonesia ketika SD ini, sekarang memang terbukti. Ibu yang tidak pernah lelah mengasuh anak2nya ketika kecil. Masih teringat oleh saya, ketika memiliki 3 balita dalam waktu yang berdekatan (laki2 pula semua), tidur siang adalah barang yang mewah buat saya waktu itu. Ketika saya mengantuk dan bayi kecil saya tidak mau tidur, saya menjaganya dengan kondisi mata yang sudah 5 watt dan badan yang serasa melayang2 (karena malam juga begadang). Ketika bayi saya tertidur, mata saya sudah kembali membesar seukuran bohlam 100 watt tapi badan serasa 'sempoyongan' karena kurang tidur.
Belum lagi kalau si kecil sakit demam, saya dan suami biasanya akan menungguinya berhari2 siang dan malam, tangan ini tidak akan lepas dari genggamannya termasuk ketika tidur supaya bisa mendeteksi temperatur badannya yang biasanya tiba2 naik ditengah malam. Kalau dia batuk, serasa dada saya yang ikut nyeri mendengar dia terbatuk2. Dengan sabar saya mengganti kompres di kepalanya, sambil berusaha menenangkan si kecil yang rewel. Pada waktu itu Suami saya berkomentar, dia bilang "keterlaluan kalau ada anak yang melawan ke ibunya ya". Memang, kami baru merasakan betapa kasih sayang seorang ibu itu tak terbatas dan juga tidak menerima pamrih , ketika merawat dan mengasuh anak2 sendiri. Mungkin lebih tepat lagi cinta seorang ibu kepada anaknya bisa dikatakan adalah jenis 'UNCONDITIONAL LOVE' (cinta yang tidak menuntut apa2). Seorang Gde Prama pernah menuliskan dalam bukunya istilah Love is totallity, ini juga bisa disandingkan dengan cintanya seorang ibu kepada anaknya.
Hubungan saya dan anak2 amat sangat dekat sekali, mungkin karena saya menghabiskan sebagian besar waktu saya dengan mereka. Saya diberikan keberuntungan oleh Allah, dapat menyaksikan sendiri tumbuh kembang ke 3 anak2 saya .Kebetulan setelah menikah saya tidak bekerja, walaupun dirumah saya memakai pengasuh anak ketika mereka kecil tapi sebagian besar waktu mereka bersama saya. Saya yang memasak makanan kesukaan mereka, membacakan buku2 cerita menjelang tidur, bermain lego dan lilin2 play dooh, mengajarkan menggambar di komputer, membawa mereka ketika berusia 4 bulan berenang bahkan ikut bersama2 mereka les tenis ketika mereka SD. Saya menenangkan mereka ketika merasa frustasi tidak bisa menyusun lego-nya sebagus buatan saya.
Saya yang berteriak kegirangan ketika si sulung pertama kali bisa tertatih2 berjalan atau tertawa bahagia ketika mereka pertamakali memanggil 'mama' dan 'mamam'. Ada rasa haru menyelimuti hati, rasa bahagia yang tak terkirakan ketika balita saya berlari2 menyambut saya ketika pulang dari arisan atau belanja padahal saya hanya meninggalkan mereka dirumah sebentar. Sampai2 ayah saya berkomentar hubungan saya dan anak2 seperti kanguru dan anak2nya, kemana2 dikantongi terus.
Ketika mereka mulai agak besar, memasuki usia sekolah , setiap pulang sekolah pertama kali masuk kedalam rumah yang ditanyakan ke pembantu adalah "kak, mama mana?" kalau saya tidak terlihat di ruang tamu. Atau mereka akan terus mencari kesetiap ruangan, sambil teriak 'mama ada dimana?'. Setelah itu mereka akan 'nyerocos' menceritakan pengalaman disekolah tadi. Seperti umumnya anak2, mereka banyak bertanya, demikian juga anak2 saya. Semua hal ditanyakan, ini membuat saya terpacu untuk banyak membaca supaya siap sedia menjawab pertanyaan mereka. Salah satu yang lucu ketika mereka protes mendengar cerita Malin Kundang yang dikutuk jadi batu oleh ibunya. Sewaktu kami liburan ke Bukittinggi dan melihat langsung lokasi Malin Kundang dimana ada batu seperti manusia yang disebut2 sebagai penjelmaan Malin Kundang . Langsung mereka bilang "Ih serem amat ibunya Malin Kundang, masak anak sendiri diminta jadi batu, emangnya ibunya gak kasihan ya ma anaknya jadi batu. 'Gak sayang dong sama anaknya?". Waktu itu saya sempat terpana mendengar komentar mereka, dalam hati saya membenarkan juga pendapat mereka "Apa ada seorang ibu mendoakan anaknya menjadi batu?". Sesakit apapun hati seorang ibu, seluka apapun perasaannya pasti dia selalu mendoakan yang baik2 untuk anaknya. Lihat saja singa, harimau atau serigala mereka binatang buas tapi tetap lembut (untuk ukuran binatang buas) memperlakukan dan melindungi anaknya dari mara bahaya.
Ada satu pengalaman yang tidak terlupakan oleh saya, 18 tahun yang lalu, ketika sedang cuti ke Jakarta saya mengantarkan si sulung Tito yang berumur 1 tahun ke dokter spesialis anak, prof. Odang, di daerah Proklamasi - Megaria. Kebetulan Tito kena demam, sambil menunggu diruang tunggu disebelah saya seorang ibu muda cantik dan berdandan rapi dengan aksesoris kalung panjang melingkar dileher dan anting2 yang berayun2 ditelinganya sementara disebelahnya ada anak perempuan kecil yang matanya terlihat sayu, hidungnya tersumbat, batuk yang tidak henti2nya bersender lemah di pelukan baby sitter-nya. Siperempuan muda ini, yang ternyata ibunya, sekali2 mengusap rambut anaknya sambil memeriksa dahinya. Sementara saat itu, saya sedang memeluk Tito sambil menina-bobokannya supaya tidak rewel. Kebetulan nomor kami berurutan dipanggil masuk ke kamar praktek dokter, pertama ibu muda itu disuruh membaringkan putrinya untuk diperiksa, sambil memeriksa dokter bertanya sakit apa dan obat apa yang dimakan terakhir. Suatu pemandangan yang lucu dan aneh buat saya, karena si ibu muda tersebut dibantu baby sitternya menjawab pertanyaan dokter (seperti orang mendapat contekan waktu ujian). Sampai2 prof Odang yang sudah berumur 75 tahun itu berkali2 melihat ke pasien dan si ibu sambil menggeleng2kan kepala (mungkin si prof merasakan hal yang sama dengan saya). Terakhir si prof berpesan supaya anaknya di awasi oleh ibunya. Hal yang terbayang oleh saya, 20 tahun yang akan datang tidaklah heran kalau nanti perempuan kecil ini tidak akan pernah menyayangi ibunya. Ironis sekali, karena kalung dan anting2 panjang seorang ibu tidak bisa menggendong atau mendekap anaknya yang sedang sakit.
Sekarang ini sering saya perhatikan di mall2, keluarga muda sedang jalan2 dimana ibunya sibuk menjinjing belanjaan dan para baby sitter sibuk menggendong anak majikannya. Rupanya para ibu2 lebih memilih dekat dengan belanjaannya dari pada anaknya. Juga semakin banyak sekali anak2 kecil yang bertingkah laku nakal luar biasa, sampai2 tidak bisa dikendalikan oleh orang tuanya. Saya berfikir dimana pangkal persoalan anak2 ini? Coba lihat serial film 'NANNY 911' di Metro TV, yang bikin kita geleng2 kepala melihat monster2 kecil beraksi. Saya tidak bisa membayangkan kalau posisi saya ada di situ, apa yang harus saya lakukan? Juga semakin banyaknya putera-puteri kita menderita autis, terlebih2 yang tinggal di kota besar. Menurut sumber yang saya baca, selain karena alergi terhadap zat tertentu, suntikan MMR, salah satu penyebabnya juga adalah kurangnya perhatian ibu ketika bayi (menurut penelitian kasus ini banyak terjadi di ibu yang bekerja). Walaupun saya yakin tidak semua penyebabnya karena kurangnya perhatian, karena saya punya sahabat yang memiliki anak autis sejak usia 2 tahun berkat kasih sayang ibunya sekarang anak itu berusia 19 tahun bisa dikatakan hidup normal. Kita boleh saja menolak asumsi2 atau hasil penelitian tentang kasih sayang ibu terhadap anaknya, tapi menurut saya yang paling penting adalah kualitas waktu kebersamaan ibu dan anak. Tidak ada gunanya waktu yang lama dan panjang tapi kalau diisi dengan amarah, kekerasan dll. Atau anak2 dibiarkan sendirian diasuh oleh televisi sehingga ada istilah "tv sitter".
Masa kecil anak2 kita tidak bisa diulang, dan berlalu dengan cepat tanpa terasa. Ini saya rasakan sekarang, ketika melihat si sulung Tito 19 tahun sekarang sudah kuliah, Faisal sudah 16 tahun dan si bungsu Iqbal 14 tahun. Rasanya baru kemarin mereka saya gendong2, berebut minta dipeluk ketika hendak tidur (walaupun cuma kebagian ujung tangan saya, mereka cukup puas), menangis tersedu2 dalam dekapan saya ketika terjatuh dll. Saya merasa bukanlah ibu yang sempurna atau terlalu penyabar ketika mengasuh mereka, adakalanya saya marah atau jengkel melihat kenakalan mereka. Seiring dengan berjalannya waktu saya selalu berusaha untuk belajar lebih baik dan bijaksana dalam mengasuh mereka. Ketika mereka SMP pernah protes bilang "mama ini kok banyak sekali sih peraturannya?". Waktu itu mereka tidak mengerti, kalau saya sedang menanamkan pendidikan dasar baik itu moral, etika dll kepada mereka. Saya bilang, nanti kalau kalian sudah besar pasti kalian akan berterima kasih ke mama. Pasti kalian bilang untung mama dulu cerewet ya, kalo gak kami mungkin jadi orang sembarangan.
Dan ini terbukti, si sulung Tito pernah sewaktu SMA mengungkapkan di blognya dalam bentuk tulisan, dia bilang "untung dulu mamaku cerewet, banyak peraturannya. sekarang setelah jauh dari mama baru aku bisa merasakan manfaatnya diatur sana sini" , kira2 begitu yang diungkapkan Tito.
Sekarang ini setelah mereka menjadi "ABG", paling senang jalan cuci mata keluar masuk distro dengan saya (ini dia yang namanya sifat menurun hobi 'shoping'). Setiap mengunjungi mereka di Bandung, acara malam minggu adalah jalan2, lalu dilanjutkan 'nongkrong' dengan mereka di tempat makan ABG . Mereka bilang ada kafe tempat dengerin musik yang enak, tapi ntar mama kaget lagi lihat tempatnya. Soalnya gak ada ibu2 kayaknya ma, kata mereka ketika saya tanya dimana tempat mereka dengerin musik. Yang lucunya si sulung, kalau saya di Bandung dia selalu tanya nanti malam mama mau keluar? kalau mama mau jalan, Tito batalin janji pergi ama teman2 (boleh ge-er dikit lah ternyata anakku masih seneng jalan sama aku). Apalagi kalau urusan milih baju, heboh deh mereka (ternyata anak laki2 sama juga hebohnya kayak perempuan milih baju ya), saya dan suami bisa2 'mati gaya' ditengah gerombolan ABG di distro itu menunggu mereka milih2 baju.
Ketika saya ulang tahun yang ke 42 tahun lalu bertepatan dengan ibadah haji di Mekah, anak2 mengirimi saya SMS yang bunyinya "Mama selamat ulang tahun, semoga tambah cantik. Sehat2 aja dan jadi ibu terbaik sedunia". Ada lagi yang menulis "biar Mama lagi di Mekah, kami tetap ingat ulang tahun mama". Yang lucunya si sulung mengirim email ke suami saya bertepatan dengan hari Ibu bulan Desember tahun lalu, dia menulis begini "Pa, bilangin ke Mama ya Selamat Hari Ibu. Semoga bahagia. Alamat emailnya mama kok hilang di Tito. Jadi kirim lewat papa aja ya". (oh...so sweet ngedengernya....)
Tugas seorang ibu memanglah tidak mudah, bukan berarti seorang bapak tidak punya peranan dalam membesarkan anak2. Hanya mungkin karena dia yang mengandung, menyusui ada satu kedekatan batin antara anak dan ibu yang tidak dimiliki seorang ayah. Seorang ibulah yang menjadikan kita seperti sekarang ini. Saya yakin, kalau kita menyayangi anak2 kita dengan sepenuh hati, merawat mereka dengan cinta insya Allah ketika besar nanti kita tidak akan kehilangan kasih sayang mereka, cinta mereka. Mereka akan berprilaku sebagaimana kita memperlakukan mereka ketika kecil. Love is totallity.
Cobalah kita renungkan, betapa cepatnya waktu berlalu. Sekarang anak2 sudah besar, semoga anak2 kita semua merasakan masa kecil yang bahagia. Anak memang titipan Tuhan, kita tidak berhak menahan langkah2 dia menuju masa depan yang gemilang walaupun berat rasanya hati ini melepas si buah hati sendirian. Tapi setidak2nya, anak2 kita masih meninggalkan hatinya untuk bersama kita.
0 komentar:
Posting Komentar