Rabu, 21 Juli 2010
Oleh : Eni Nur Rahyuni
“Assalaamu’alaikum......!!”
Lantunan salam agak keras yang dilagukan naik turun, mengalun mengiringi hentakan langkahnya diluar kamar tidurku. Sebentar kemudian, terdengar ketukan di pintu depan disusul bunyi irama bel pintu yang mendayu karena kehabisan baterai dan kembali ucapan salam terulang.
"Assalaamu'alaikum...!!!"
“Wa’alaikum salam...! Gimana sekolahnya?”
Kalimat yang hampir sama selalu kuucap setiap membukakan pintu. Dia hanya mengangguk tanda semua baik-baik saja. Kuulurkan tangan padanya, jarinya yang sudah hampir seukuran jariku cepat meraih, menjabat dan menempelkan ke mukanya.
“Wow!” mukanya hangat sekali, kepalanya yang terbalut kerudung juga. Udara hari ini memang luar biasa panas, juga hari-hari sebelumnya. Seorang teman sampai membuat status di face-booknya “mataharinya ada 3”, ini karena udara memang sangat panas dan tak ada tanda-tanda akan turun hujan, sudah hampir sebulan matahari bersinar sangat terik. Sekelebat dia mendahuluiku dan merebahkan tubuhnya ke kursi panjang sambil melepaskan tas punggung yang penuh dengan buku dan perangkat sekolah. Yang kutahu setiap pelajaran pasti dilengkapi beberapa buku tulis yaitu: satu untuk catatan, satu untuk latihan, satu untuk PR dan satu untuk ulangan. Kalau hari ini dia punya tiga jadwal saja, berarti dia bawa dua belas buku tulis dan tiga buku cetaknya. Kadang masih harus ditambah kamus bahasa Inggris maupun kamus bahasa Indonesia yang lumayan tebal.
“Huuuff!!” Hembusan nafas agak panjang yang keluar dari mulutnya menunjukkan kelegaan sudah sampai di rumah dan menikmati udara dingin diruangan. Tangannya mulai membuka kerudungnya dan membiarkan dilengan kursi. Kulihat rambutnya agak basah karena keringat, sekarang tambah kelihatan mukanya yang memerah. Dibukanya satu persatu sepatu dan kaos kakinya selanjutnya ditinggalkan dilantai dimana dia duduk. Dia berjalan ke ruang makan, menuang segelas penuh teh manis dari teko yang kubuat tadi pagi. Begitu hausnya.... dalam sekejap gelas ditangannya telah kosong lagi. Dia memutar badan menuju dapur. Benturan antar botol di lemari es terdengar sampai ke ruang tamu dan sesaat dia kembali keruang makan dengan sebotol air putih dingin. Belum puas rasanya minum segelas teh manis tadi. Segelas air putih dinginpun dalam sekejap juga sudah habis.
“Makan Dik...!!!” kataku dari tempatku duduk.
“Ya! Sebentar...”
Jawabnya sambil menuju ruang tamu dan duduk seraya menyalakan TV dengan remote control ditangannya. Dia pilih chanel kesukaannya “Musik”. Kubiarkan sesaat untuk melepas kepenatan setelah seharian berkutat dengan pelajaran di sekolah. Mulutnya menyuarakan pelan mengikuti lantunan lagu. Ada beberapa lagu dinikmatinya sambil sesekali mengibaskan rambutnya yang basah keringat dan mengipas dengan koran yang ada di meja. Setelah dirasa cukup dia mulai beranjak ke ruang makan.
Segera dibuka piring yang sudah tersedia di meja makan dan menuang nasi secukupnya. Matanya menatap senang melihat menu kesukaannya terhidang di meja. Ayam bakar bumbu kecap, sambal terasi tomat tidak terlalu pedas dan sayur sop. Kutemani makan siang kali ini karena aku juga belum makan.
“Boleh dua!!” sambil jari tengah dan telunjuknya diarahkan padaku. Maksudnya ayamnya boleh nambah lagi apa tidak. Aku mengiyakan, segera tangannya meraih memilih bagian kesukaannya “paha”. Sebentar saja telah habis sepotong paha ayam.
“Boleh lagi?” sambil matanya menatapku seolah mengatakan “please Ma..” dan senyumnya mengembang minta persetujuanku. Duuuuh kalau sudah cocok menunya, terus saja nambah. Kulihat ayam tinggal dua potong.
“Sisain satu..., mbaknya belum makan” maksudku mbak yang kerja dirumah.
“Yes!!” cepat diambilnya bagian yang juga disukainya “sayap”
“Jangan lupa sayurnya ya...”
Dia mengangguk dan menyelesaikan makan siangnya. Hari ini dia makan dengan lahapnya. Disamping hawa yang panas yang membuat tenaga terkuras disekolah, mungkin juga karena menu yang cocok dengan seleranya. Memang sebaiknya sebelum berangkat sekolah anak ditawari dulu mau makan apa untuk makan siangnya dari pada sudah masak ternyata tidak sesuai selera dan nafsu makan anak menurun ketika melihat hidangan diatas meja makan.
Seperti suami kalau ditawari mau makan apa nanti siang, suami pasti menjawab.
“Coba anaknya mau makan apa, kalau Papa sih apa aja nggak masalah”
Memang benar, apalagi anak masih butuh asupan yang banyak. Untuk pertumbuhan dan daya tahan tubuhnya.
Setelah menjalankan sholat dzuhur dan istirahat beberapa saat, dia mulai menyiapkan buku-bukunya karena setengah tiga harus kembali ke sekolah mengikuti “Bimbel” tambahan pelajaran khusus kelas 6 untuk menyongsong ujian nasional. Setelah semua beres, dia segera mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Suara shower yang deras terdengar dari balik pintu kamar mandi ketika kulewati karena aku juga harus segera bersiap-siap mengantar ke sekolah.
Jam setengah tiga kurang sepuluh menit. Harumnya sabun mandi dan parfum telah menggantikan bau keringatnya sewaktu pulang sekolah tadi. Badannya telah segar kembali, kesan lelahnya telah lenyap terganti dengan semangat keberangkatan menuju sekolah mengikuti bimbel.
“Minumnya sudah Dik?” Kataku mengingatkan untuk membawa bekal minum karena bimbel akan dijalaninya selama satu setengah jam.
Dia mengangguk. Siiiip, semua beres. Berarti siap meluncur ke sekolah.
Beberapa temannya sudah datang. Dari mobil bisa kulihat ada yang sudah berada di kelas, ada yang baru saja sampai diantar ibunya, ada juga yang naik sepeda. Wow! Terik matahari tak menyurutkan langkah wajah-wajah kecil menimba ilmu ke sekolah. Bagaimanapun caranya. Setelah mencium tangan dan mengucap salam, dia turun dari mobil dan menutup kembali pintunya. Kuawasi sampai dia berbaur dengan teman-temannya menuju kelas.
“Ya Allah, Jagalah putriku yang sedang menuntut ilmu ini. Berikan kemudahan baginya menerima bimbingan dari guru-guru yang mengajarnya. Jagalah selalu kesucian hati dan fikirannya. Amin”.
Tak kuasa kutahan genangan air yang mengambang dimata yang membuatku memandang tak jelas langkah-langkahnya bersama teman-temannya menuju kelas. Ketika kuusap dan kutatap lagi...., langkah-langkah itu sudah tidak ada. Anak-anak sudah masuk ke kelasnya.
“Ya Allah, Jagalah putriku dan anak-anak masa depan ini. Amin”