Oleh : Winny W. Sutopo
08.00
“Good morning everyone,” sapaku sambil memasuki ruangan.
“Good morning, mbak,” teman2 yang sudah berada di ruangan menyahuti.
“Wah, cerah hari ini,” kata bu Ratna.
“Iya, nih kayaknya hari ini mbak Ratih lagi happy,” celetuk Dina.
“Bagus ya, aku pakai warna ini? Ok, besok aku bikin selusin deh baju warna ini biar kelihatan cerah terus,” sahutku sambil menyalakan komputer.
Selembar post-it tampak tertempel di layar monitor. Dari Devi, bosku, menanyakan posisi rekrutmen posisi Sekretaris Bos Besar. Begitu komputer siap untuk bekerja, langsung tanganku membuka lembaran website kantor kami untuk mencari jawaban atas pertanyaan Devi. Ah, penutupan lamaran masih 3 hari lagi dan sampai saat ini sudah 300 orang melamar. Selalu saja, bila ada lowongan untuk jabatan Sekretaris dan Administration Assistant, pelamarnya pasti membludak. Haiya,… alamat kerja keras nih. Aku menuliskan jawaban untuk Devi dan mengirimkannya lewat email.
Sempat juga kulihat bahwa hari ini ada 3 pos jabatan yang tutup, artinya hari ini aku harus mencetak seluruh lamaran yang masuk dan membawa ke rumah untuk membaca satu persatu sambil menyeleksinya. Syukurlah, sudah ada program yang melakukan penyeleksian awal, sehingga lamaran yang harus kubaca hanya yang sudah memenuhi prasyarat awal saja. Seringkali ada saja pelamar yang nekad mengirimkan lamaran padahal jelas-jelas tidak memenuhi prasyarat awal. Yah, namanya juga usaha.
Ha,…..ini ada jawaban dari pak Edwin di emailku. Dia bersedia membantu dalam proses wawancara lusa. Asyik, berarti ketiga panelis sudah bersedia semua. Siiip….lah, tinggal memfotokopi berkas-berkas lamaran, membuat filenya dan membagikannaa kepada anggota panel.
Kriiiiing….telepon di mejaku berbunyi.
“HR Unit good morning.”
“Mbak, ini Verena dari Environment Unit. Mau tanya dong, kalau mau bikin Term of Reference untuk Finance Assistant GS-6, requirementnya apa?”
“Ok, nanti aku emailnya isi Term of Reference dan requirementnya.” Term of Reference adalah jabaran tugas yang harus dikerjakan oleh orang yang menduduki posisi jabatan tertentu. Biasanya dibuat bersamaan dengan pengiklanan lowongan jabatan.
“Mbak Ratih yang baik,” sapa Anna dari CPRU yang tiba-tiba saja sudah muncul di ruang kerjaku.
“Ya, Anna yang juga baik hati, peramah dan tidak sombong, apa yang bisa aku bantu?”
“Mbak, aku sudah bikin Term of Reference untuk Project Officer, minta tolong diklasifikasi ya mbak.”
“Ok deh, tinggal dulu disini ya, nanti kalau sudah diklasifikasi aku kabar-kabari deh.”
“Thanks ya mbak. Bisa minta cepat nggak mbak? Si Alesandra sudah bolak balik nanya nih.”
“Oce, oce, aku kerjakan secepat kilat deh.”
CPRU merupakan unit yang berhubungan dengan penanggulangan krisis dan bencana alam. Dengan banyaknya bencana alam yang menimpa Indonesia saat ini, tidak heran bila unit ini jadi kewalahan dan semua posisi yang menyangkut unit ini harus diprioritas utamakan.
Bekerja di salah satu badan PBB yang berhubungan dengan pembangunan, bahasa resmi yang dipakai di kantor ini memang bahasa Inggris, karena stafnya memang sangat beragam kebangsaannya. Seperti Devi, bosku, dia berkebangsaan India atau Mark yang Operation Manager, bosnya Devi, orang Amerika. Tetapi di antara sesama staf lokal, kami masih bisa leluasa berbahasa Indonesia.
08.50
Weits, sudah hampir jam 9 nih. Aku harus bersiap-siap menangani wawancara. Cepat kuambil pulpen, kacamata, notes dan file. Hmm, wawancaranya di ruang meeting lantai 10, berarti harus naik tangga 2 lantai nih. Ok, deh, siapa takut.
“Friends, aku ke lantai 10 dulu, ada wawancara.”
“Sampai jam berapa, mbak?” tanya bu Sonya.
“Kayaknya sih sampai jam 12, bu”.
“Makan siang dimana?”
“Di ruangan saja, deh. Din, titip ya, kalau Rahma muncul, aku dibelikan gado-gado dan jus tomat.”
“Ok, bu.”
“Devi, if you need me, I’ll be at the 10th floor, interviewing,” pamitku kepada Devi sambil menjulurkan kepala ke dalam ruangannya.
“Ok, Ratih, good luck.”
Sambil berjalan ke lantai 10, aku mampir ke ruang operator untuk mengingatkan pak Tono, operator telepon andalanku, bahwa aku ada wawancara lewat lewat telepon. Jadi, minta tolong, nomorku dipindah ke telepon di ruang meeting dan minta tolong disambungkan ke nomor-nomor yang akan dihubungi sesuai jadual. Aku juga menyerahkan jadual wawancaranya.
Posisi yang akan diwawancara hari ini adalah lowongan yang terbuka bagi pelamar internasional. Ada 3 pelamar, masing-masing bertempat tinggal di Australia, Afganishtan dan Thailand. Menangani rekrutment seperti ini, pelamar tidak perlu datang ke Indonesia. Cukup melalui sambungan telepon saja. Mengingat adanya perbedaan waktu antara ketiga tempat tersebut, maka ketika menyusun jadual, aku harus berhati-hati mempertimbangkan adanya perbedaan waktu ini. Panel interview juga terdiri dari staf internasional yang jabatannya setara dan lebih tinggi dari jabatan yang akan diwawancara. Pada wawancara kali ini, tugasku hanya ikut menyimak jalannya wawancara, mencatat dan nanti membuatkan laporannya.
Setelah anggota panel berkumpul semua, wawancara pun dimulai. Diawali dengan pelamar yang bertempat tinggal di Australia. Aku menekan beberapa nomor untuk menghubunginya dan… ”Hello, may I speak to Mr. Alain please?”
“Mr. Alain, this is Ratih from UNDP Indonesia…..” aku memperkenalkan diri sambil menjelaskan proses interview dan memperkenalkan panelis yang ada. Masuk ke pelamar kedua. Agak lama, baru aku mendapatkan sambungan. Itu pun tidak langsung diangkat. Kucoba lagi nomor lain yang telah diberikan oleh pelamar. Memang sebelumnya, dalam email, ia telah menjelaskan bahwa berhubung situasi keamanan di negerinya sedang tidak menentu, maka bila situasi aman, ia akan berada di kantor pada hari wawancara. Tetapi, bila situasinya mendadak tidak aman, maka ia akan tinggal di rumah, sesuai instruksi pemerintahnya.
“Mr. Amir Khan?”
“Yes, is this Ratih?”, kudengar suara yang tidak jelas dan samar-samar di ujung sana. Memang paling sulit kalau berhubungan dengan pelamar yang berada di negara-negara yang rawan konflik atau belum baik sambungan teleponnya. Wawancara dengan Mr. Amir Khan pun akhirnya selesai, walau pun diselingi dengan beberapa sambungan terputus. Disinilah aku membutuhkan bantuan pak Tono, untuk kembali menghubungi pelamar. Terakhir, dengan Mr Jason yang berdomisili di Thailand. Berhubung wawancara kedua tadi putus sambung beberapa kali, maka jadual wawancara dengan Mr. Jason jadi mundur 1 jam. Jadilah aku harus meminta maaf dahulu untuk keterlambatan ini. Untung dia masih sabar menunggu dan tidak berkeberatan dngan jadual yang mundur itu.
12.05
Akhirnya, selesai juga wawancara hari ini. Panel tampaknya bersenang hati karena telah menemukan calon yang cocok. Setelah diskusi sejenak, mereka menyerahkan catatan wawancara masing-masing kepadaku untuk nantinya kubuatkan laporan wawancaranya.
“I will contact you soon after I finish with this write-up to have your review,” begitu janjiku pada mereka. Memang, mereka masih harus melihat kembali hasil laporanku sebelum membubuhkan tandatangan nantinya.
Di mejaku, sudah tersedia sebungkus gado-gado dan segelas jus tomat. Biasanya, kami ramai-ramai makan siang di luar. Tetapi hari ini, aku memilih untuk makan di dalam kantor saja.
13.05
Aku berharap siang ini bisa berjalan tenang. Sambil mencetak lamaran-lamaran yang masuk untuk ke 3 posisi yang tutup hari ini, aku membuat klasifikasi jabatan, sesuai janjiku pada Anna tadi pagi.
“Ratih, can you tell me the recruitment position for post Program Manager Padang?” suara Mark menanyakan posisi rekrutmen untuk Program Manager Padang mengagetkanku.
“We have done with the short-listing and will do the interview the day after tomorrow, pak” jelasku. Untung sudah dibuat jadual wawancaranya lusa.
“Please, treat the recruitment as your baby,” tuntut Mark. Itu artinya, aku harus menomorsatukan posisi itu dibandingkan dengan posisi-posisi lainnya dan harus mengerjakannya secara ekstra hati-hati. Rasanya, tiap posisi harus dikerjakan secara hati-hati dan segera. Kemana ya Mark ini waktu pelajaran kata “nanti” atau “secepatnya”. Dia kayaknya cuma tahu “sekarang” aja deh.
15.10
Tanda adanya email masuk dilayar komputerku membuat mataku hampir meloncat keluar. Pak Kumar mengabarkan bahwa dengan sangat menyesal dia tidak dapat ikut dalam wawancara besok pagi, karena mendadak ada meeting di BAPPENAS. What?!?! O, tidak!!!! Jam segini, harus mencari orang buat besok pagi????? Mendadak perutku mulas luar biasa. Dengan menenangkan diri, aku mengambil daftar staf UNDP yang ada. Ibu Nia, biasanya bisa. Hmmm, tapi dia orang Indonesia. Ini international post. David. Kuputar nomor teleponnya. Yaaah….., ternyata dia sedang keluar kota. Shigeru, Jepang yang ganteng dan pandai. Keberatan, karena baru kemarin dia wawancara. Memang sih, tidak dapat disalahkan, karena wawancara bukan tugas pokok mereka, walau pun peraturan menuntut mereka harus ikut menjadi anggota panel wawancara bila diperlukan. Harapan terakhirku tinggal pak Karl, si botak yang biasanya suka menolong kalau aku sedang kepepet. Lama teleponku tidak ada yang mengangkat. Kutekan nomor telepon sekretarisnya.
“Nana, ini Ratih. Ayahandamu kemana say?”
“Lagi ke proyek bu.”
”Tolong dong intip, besok dia ada acara ngga? Kalau ngga ada yang penting aku mau minta tolong wawancara nih.”
“Kayaknya, sih, besok Babe di kantor aja, bu. Tapi mending ibu telepon sendiri dulu ya.”
“Siip, makasih ya Nan.” Cepat kuhubungi pak Karl di hapenya.
“Hi Spiderwoman, how are you?” Pak Karl selalu memanggilku Spiderwoman, karena aku akan selalu mengejar siapa pun yang aku perlukan untuk wawancara sampai dapat, tidak peduli dia bersembunyi dimana. Cepat kujelaskan masalahku.
“Well, what can I say? Ok, I will do the interview.” Bodo ah, berkeberatan atau nggak, yang penting besok aku sudah dapat pengganti pak Kumar.
Cepat kusiapkan filenya dan mengirimkannya ke meja pak Pak Karl untuk dipelajari nanti sepulang dari proyek.
16.30
Tidak terasa sudah hampir jam 17.00. Aku ingat sore ini berjanji pada suamiku untuk menemaninya ke dokter gigi. Cepat kubereskan mejaku dan bergegas sholat ashar. File lamaran yang akan kubawa pulang sudah kusiapkan juga dibawah tas tanganku. Begitu juga berkas laporan yang harus kuselesaikan. Ini akan menjadi pe-erku nanti malam, kalau tidak terlalu lelah.
17.07
“Devi, I’m going home,” aku pamit pada atasanku.
“Why are you going home so early?” Yaealah……, paling nggak enak kalau pulang jam 5 sore, pasti ditanya kenapa pulang cepat. Padahal sebenarnya, jam kerja kami cuma sampai jam 16 lho.
“I have an appointment with my husband,” terpaksa deh, aku jelaskan.
“Ok, see you tomorrow.”
“See you tomorrow, Devi!” Dina ikut-ikutan pamit.
“Ok girls, bye…” sahut Devi.
Selesai sudah aku menjalani hidupku satu hari ini. Dengan bergegas, aku melangkah ke tempat parkir mencari dimana suamiku menjemput.