Jumat, 05 Maret 2010
Oleh : Yunita Tulenan
“Hahhh…. akhirnya selesai juga.”
Waktu sudah menunjukkan ke pukul setengah sebelas malam saat aku dan suami berjalan keluar menuju ke pintu klinik, tempat suamiku berobat.
Kulihat masih ada dua orang pasien lagi sedang menunggu giliran dipanggil.
Taxi yang kami tumpangi melaju dengan kecepatan sedang. Betapa lega rasanya saat taxi memasuki area parkir hotel, tempat kami menginap.
“Selamat malam Ibu… Selamat malam Pak…” sapa petugas hotel tersenyum ramah sambil membukakan pintu lobi.
Dari dalam lift yang transparan, kembali aku melihat… dan tanpa sadar selalu membacanya.
***NASI GORENG JANCUK EXTRA PEDAS***
Anda belum datang ke Surabaya, kalau belum mencoba nasi goreng jancuk.
“Ma, nanti kita pesan makannya dari kamar aja ya,” kata suamiku.
“Ya,” jawabku yang memang sudah sangat… sangat lapar, haus dan mengantuk.
“Kita coba nasi goreng jancuk yuk!” katanya sambil tersenyum.
“Tapi kan pedas sekali loh Pa,” kataku.
“Nanti kita minta dikurangi saja pedasnya.”
Saat aku minta rasa pedasnya dikurangi, ternyata tidak bisa, karena bumbu nasi gorengnya sudah diracik dan tidak bisa dirubah lagi.
Entah karena sudah sangat lapar, ataukah karena penasaran….
“Ga apa-apalah kita coba aja,” kata suamiku.
Selang beberapa waktu kami menunggu, terdengar bel kamar berbunyi *TING TONG*
Yang ditunggu datang sudah… Satu porsi nasi goreng jancuk + 2 gelas jus melon. Tapi, astagaaaa…. Satu porsi nasi goreng jancuk, ternyata bisa untuk lima porsi orang dewasa. Dan pedasnya alamaakkk… kontan membuat perut kami menjadi panas.
“Ya TUHAN,” di tengah kejengkelan, kita pun harus berpikiran bijaksana. Sadar kalau tidak mungkin dapat menghabiskannya, aku dan suami makan dengan pelan dan dari arah piring yang paling ujung. Agar tetap rapi dan tidak teracak, lalu kututupi lagi dengan rapi plastik penutup piring nasi goreng itu. Begitu selesai langsung kutelpon bagian restaurant, untuk mengambil nasi goreng yang tersisa sangat banyak itu. Dalam hati aku bertanya, bagaimanakah nasib sisa si nasi goreng jancuk…? Apakah akan ada orang yang mau menampungnya? Ataukah akan berakhir di tong sampah?
Ughhh… ingin rasanya aku memaki… tapi sebaiknya jangan yah….
0 komentar:
Posting Komentar