Selasa, 23 Februari 2010
Aku adalah Sisil, wanita biasa yang sudah menikah beberapa tahun lalu dan kini usiaku sudah hampir seperempat abad. Dulu aku mantan siswa di SMP sederhana tak terlalu populer di kota Jogjakarta, sebut saja SMP "Atap Langit".
Teringat akan kenangan masa SMP ku dimana kami berteman bergeng-geng berdasarkan strata kemewahan dan kekayaan. Aku termasuk dalam kawanan geng anak yang tidak berpunya. Termasuk di situ ada Wastika, Beta dan Nanang.
Nanang adalah sosok laki-laki mungil dan imut yang mempunyai lagak layaknya perempuan, baik dari lambaian tangan, cara berbicara hingga cara menulisnya. Kasihan benar kehidupannya apalagi kalau mendengar langsung curhatnya mengenai keluarganya yang amburadul di mana ayahnya pergi entah ke mana dan ibunya pergi merantau menjadi buruh rumah tangga sehingga dia dan kakak perempuannya sejak kecil sudah dirawat oleh kakek neneknya yang kurang mampu.
Nanang memang lebih suka bergaul dengan kami yang perempuan ini. Kejadian itu berawal ketika buku harian Nanang tanpa sengaja dibaca oleh Beta, yang ketika membacanya Beta kaget dan tanpa sadar berteriak, sontak kawan-kawan di sekitar kami berasa ingin tahu juga. Semenjak itu kawan-kawan kami yang laki-laki mengetahui bahwa Nanang naksir dengan teman pria kami yang bernama Aan, seorang kawan sekelas kami yang memang wajahnya cukup rupawan dan baik hati. Kenyataan memalukan yang tak biasa itu membuat Nanang dijauhi kawan laki-laki di kelas. Akhirnya Nanang pun menangis karena kawan-kawan mempermalukannya, tapi memang mau bagaimana lagi semua itu tidak bisa dicegah lagi.
Nanang memang termasuk anak SMP yang lugu. Pernah satu waktu dia bercerita pada kami yang perempuan ini, kalau dirinya sudah akhil baligh dengan dia mendapatkan mimpi basah. Hal seperti itupun dia ceritakan kepada kawan-kawan perempuan kami, sehingga ada yang bertanya bagaimanakah perasaannya. Dia bercerita panjang lebar bahwa dia sedang bercinta dengan seorang laki-laki dan merasa senang. Pada saat itu, karena kami memang belum memahami, kami hanya tertawa-tawa cekikikan sambil mengejek Nanang.
Masa SMP pun berlalu dan kami tenggelam dalam kesibukan masing-masing di masa SMA. Tak banyak yang kutahu tentang kawan-kawanku SMP kecuali hanya tempat SMA mereka sekarang. Kudengar Nanang diterima di SMK Negeri jurusan Pariwisata. Entahlah bagaimana keadaannya, apakah dia masih berlagak seperti perempuan ataukah sudah benar-benar menjadi laki-laki yang jantan. Aaah, semoga dia sudah menemukan dunia kelaki-lakiannya sehingga tidak menjadi bahan cercaan kawan-kawan seperti di masa SMP dulu, harapku.
******
Sepuluh tahun sudah tak kuketahui kabar kawan-kawan SMP-ku kecuali hanya Wastika yang rajin berkirim pesan lewat sms kepadaku, minimal sebulan sekali walau hanya untuk bertanya kabar. Kini kami sudah tumbuh menjadi manusia dewasa yang lebih bertanggung jawab karena masing-masing dari kami sudah mempunyai pekerjaan. Ada yang lulus SMA langsung kerja dan ada juga yang setelah menyelesaikan kuliah baru mendapat pekerjaan. Tiba waktuku untuk datang mengunjungi kampung halamanku, di mana harapanku untuk berjumpa kawan lama pun bersemi. Kukabari Wastika akan hari kedatanganku, hingga Wastika pun berusaha untuk menghubungi kawan-kawan dekat kami untuk sekedar reuni di rumah orang tuaku.
Saat itu siang hari yang terik, jalan aspal depan rumahku pun memamerken fatamorgana-nya ketika kulihat jauh dari tempat aku duduk di dalam rumahku. Kudengar ada suara motor berhenti di depan rumahku yang ternyata adalah kedatangan Wastika dan Beta. Kami pun bercipika cipiki lalu mengobrol dengan asyik sekali.
Tak lama kami mengobrol, datanglah sosok cantik berambut pirang mengenakan jaket bulu dengan rok seksi bermotif kulit harimau. Teringat akan video klip lagunya NAIF di mana ada wanita berlari mengenakan syal bulu, yang lagunya kurang lebih demikian “Mengapa… aku begini… Jangan kau… mempertanyakan..”. Namun, ingatan itu mulai buyar tatkala tiba-tiba sosok itu memasuki rumahku, kupikir dia adalah pasien bapakku yang hendak memeriksakan giginya.
Tiba-tiba terdengar suara “Spadaaaa everybody…………..”
Spontan kami kaget karena suara yang ada bukanlah seperti wanita pada umumnya, melainkan agak sedikit serak seperti laki-laki. Ooooh, ternyata Nanang mungil nan imut telah bermetamorfosis menjadi wanita dewasa yang sungguh tak pernah kusangka sedikitpun, karena Wastika dan Beta pun tidak banyak bercerita tentang Nanang.
Dengan masih agak gelagapan, aku pun diajaknya bersalaman. Antara hendak bersentuhan atau tidak, aku teringin menolak jabatan tangannya karena aku sadar dia adalah laki-laki, tapi mataku serasa terhipnotis akan sosok ke-wanita-annya sehingga tanpa sadar kusambut saja jabatan tangannya. Ooh semoga aku dimaafkan Alloh atas kelalaianku bersentuhan dengan laki-laki bukan mahromku.
Akhirnya kami berempat duduk di kursi kami masing-masing, dan mulailah Nanang dengan banyolan khas ke-wanita-annya membercandai kami semua.
“Hey Beta dan Wastika, kapan tuh kamu nyusul Sisil nikah???” kata Nanang mengejek Beta dan Wastika.
“Ga pengen tuh beranak pinak kayak Sisil? Kalo aku mah belum ada om-om yang serius ngajakin nikah sih..” tambah Nanang bercerita tentang dirinya.
“Haaah, om-om??? Ga salah tuh Nang??” tanyaku keheranan.
“Hahahaha enggak lah becanda doang Sil, aku jelek2 gini adalah wanita suci nan bersih setia dan tidak sombong lho. Kagak pernah jual diri bow kayak waria pada umumnya. Prinsipku sih kerja halal...” ungkap Nanang dengan gaya yang meyakinkan.
“Ohhh syukurlah klo gitu” tuturku penuh kelegaan.
Aku pun mulai agak kikuk memanggilnya Nanang, hingga kuejek dia dengan sebutan Nining. Cerita demi cerita dia ungkapkan kepada kami, hingga tanpa sadar nampaknya dialah sang lakon utama dan kami hanya pendengar setia bahkan nampak sekali bahwa kami ini adalah figuran. Dia bercerita dari bagaimana dia shalat menggunakan mukena, lalu berpacaran dengan bergonta-ganti laki-laki karena nggak ada yang setia katanya, hingga bercerita mengenai keluarganya yang bisa menerima keadaannya sekarang ini.
Sampai pada suatu titik cerita, aku, Wastika dan Beta sudah terbiasa menggunakan panggilan Nining hingga berpuluh-puluh kali. Barangkali Nanang mulai bosan dengan panggilan itu, akhirnya baru dia mengeluarkan complaint tentang panggilan tersebut.
“Bosen ah, kalian manggil-manggil aku Nining mulu sih?” keluh Nanang dengan manjanya kepada kami.
Kami pun cekikikan lalu Beta menimpali “Laah ya musti dipanggil apa nih, gaya udah cewek gitu masak dipanggil Nanang.
“Tau ga Nang, di film Upin & Ipin aja ada tuh laki-laki kemayu kayak kamu yang namanya Bang Shaleh aja minta dipanggil Sally, hahahaha….” Celetuk Wastika menambah riuh suasana siang itu.
“Ya tapi jangan Nining doong, aku khan punya nama perempuan yang lebih bagus” jelas Nanang.
Kami pun hanya saling berpandangan dengan mulut kami yang menganga karena keheranan.
“Trus sapa nama perempuan kamu?” tanyaku memecahkan kebisuan itu.
Dengan agak malu-malu Nanang menjawab “Namaku tuh Anita Lowi”.
“Haaaa Anita Lowi…….???” Kami bertiga serentak mengucapkan kata yang sama.
Setelah pengakuannya mempunyai nama perempuan itu, dia juga mengaku mempunyai KTP dengan status kelamin perempuan. Kami semua tambah heran dibuatnya, tapi memang sebenarnya bukan hal yang mustahil juga mengingat administrasi di kelurahan dan kecamatan bisa dilakukan secara mudah dan cepat dengan sedikit uang pelicin. Akhirnya dia meminta kami untuk memanggilnya Anita atau Nita pendeknya. Kami pun semakin cekikikan dibuatnya.
Hari menjelang sore, kami pun masih asyik mengobrol. Tapi rasa penasaran kami pun masih berkecamuk tentang asal nama Nanang mendapatkan nama baru tersebut. Karena melihat kami penasaran, akhirnya dia pun berkisah arti dari namanya itu.
“Anita itu adalah dari kata Wanita tanpa huruf W” kata Nanang dengan nada agak serius.
Mendengar hal tersebut, kami hanya melongo, dia pun melanjutkan penjelasannya“Nah, kalau Lowi itu berasal dari singkatan sih sebenarnya”.
“Singkataaaaaan??? Singkatan apaaan???” desak Beta penuh penasaran.
“Lanang Ora Wedok Iyo”, celetuk Nanang.
Spontan kami yang mendengarnya tertawa terbahak-bahak hingga perut kami keras dibuatnya.Kupikir Lowi itu adalah nama marga dari suatu daerah Medan, Papua atau Sulawesi. Ternyata suatu singkatan penuh makna untuk seorang yang telah pindah status kelaminnya.
Akhirnya pertemuan kami itu berakhir dengan suatu cerita baru mengenai kawan lama yang bermetamorfosis menjadi LOWI. Di balik canda dan tawa itu, aku berpikir sejenak mengevaluasi tentang kejadian tersebut. Patutlah kita senantiasa berlindung kepada Alloh dari segala keburukan dunia. Kasihan betul kawan lamaku itu, semoga satu saat nanti ada secercah cahaya untuk dia berubah dalam keadaan yang lebih baik. Semoga Alloh senantiasa memberikan kita dan anak turun kita suatu kebaikan dan hidayah, menjauhkan kita dari segala keburukan, syubhat dunia, kemaksiatan dan hawa nafsu, menancapkan hati kita semata-mata hanya untuk Alloh, Tuhan semesta alam. Amin
-TAMAT
Bontang, 22 February 2010
0 komentar:
Posting Komentar